BAB I
PENDAHULUAN
Tanah
merupakan bagian dari tubuh alam yang menutupi bumi dengan lapisan tipis, di sintesis
dalam bentuk profil dari pelapukan batu dan mineral, dan mendekomposisi bahan
organik yang kemudian menyediakan air dan unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan
tanaman. Yang membuat tanah itu subur diantaranya pelapukan lanjut, bahan
mineralogi, kapasitas pertukaran kation (KPK) yang tinggi, kelembaban air, pH
netral dan kelebihan garam.
Tanah
bersifat sangat penting bagi kehidupan, sehingga perlindungan kualitas dan
kesehatan tanah sebagaimana perlindungan terhadap kualitas udara dan air harus
sangat dijaga. Namun banyak faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kesehatan
tanah tersebut, misalnya kadar hara yang terkandung dalam tanah, vegetasi,
iklim, sifat fisik dan kimia tanah.
Kesehatan
tanah itu sendiri dapat didefinisikan secara umum sebagai kemampuan
berkelanjutan dari suatu tanah untuk berfungsi sebagai suatu sistem kehidupan
yang penting di dalam batas-batas ekosistem dan tata guna lahannya, untuk
menyokong produktivitas hayati, meningkatkan kualitas udara dan lingkungan
perairan, serta memelihara kesehatan tanaman, hewan dan manusia.
Kualitas tanah
dapat didefinisikan secara umum sebagai kemampuan tanah untuk menghasilkan
produk tanaman yang bergizi dan aman secara berkelanjutan, serta meningkatkan
kesehatan manusia dan ternak, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap
sumberdaya dan lingkungan.
Faktor
yang mempengaruhi kualitas tanah pada bagian fisiknya adalah tekstur tanah,
bahan organik, agregasi, kapasitas lapang air, drainase, topografi, dan iklim.
Sedangkan yang mempengaruhi pada bagian pengolahannya adalah intensitas
pengolahan tanah, penambahan organik tanah, pengetesan pH tanah, aktivitas
mikrobia dan garam.
Bahan
organik berperan terhadap kesuburan tanah dan berpengaruh juga terhadap
ketahanan agregat tanah. Bahan organik mempunyai pengaruh terhadap warna tanah
yang menjadikan warna tanah coklat kehitaman dan ketersediaan hara dalam tanah.
Tumbuhan menjadi sumber utama bagi bahan organik, pada keadaan alami tumbuhan
menyediakan bahan organik yang sangat besar, akibat pencernaan oleh
mikroorganisme, bahan organik tercampur dalam tanah melalui proses infiltrasi. Faktor
yang mempengaruhi bahan organik tanah yaitu, kedalaman tanah yang menentukan
kadar bahan-bahan organik yang terdapat pada kedalaman 20 cm dan makin ke bawah
makin berkurang.
Proses
dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak
ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah berperan penting
dalam pengangkutan tanah. Makrofauna tanah merupakan hewan tanah yang dapat
dilihat secara langsung dengan mata tanpa bantuan mikroskop (> 11 mm),
misalnya tikus, cacing tanah, Arthropoda, Chilopoda (kelabang), Diplopoda (kaki
seribu), Arachnida (lebah, kutu, dan kalajengking), Insekta (belalang,
jangkrik, semut, dan rayap), dan Moluska.
Makrofauna
sebagai pencampur dan pengaduk tanah, akan memacu perubahan struktur tanah yang
semula bersifat kompak dan masif menjadi tanah yang bertekstur remah.
Pengadukan tanah bagian bawahan dengan bagian atasan (bioturbasi) menyebabkan
adanya translokasi fraksi tanah berukuran halus dari bagian bawah ke permukaan
tanah. Di samping itu, bekas tempat yang dilewatinya akan membentuk liang-liang
(lubang saluran), yang bermanfaat sebagai lalu lintas pertukaran udara dan
pergerakan air infiltrasi. Kesanggupan mikrobia sebagai pembenah sifat-sifat
tanah, mengisyaratkan bahwa kehadiran makrofauna dalam tanah sangat diperlukan
untuk menjamin terciptanya lingkungan hidup yang nyaman bagi tanaman dan
mikrobia yang sedang tumbuh.
Keberadaan
makrofauna di dalam tanah mempercepat dekomposisi masukan bahan organik. Bahan
organik segar merupakan pakan bagi makrofauna. Melalui pencernaannya terjadi
penguraian bahan organik, dan sebagian hasil pengurainya dibebaskan kembali ke
tanah dalam bentuk kotoran yang dihasilkannya. Oleh karena itu, kotoran
makrofauna umumnya berkandungan C organik dan unsur tersedia yang lebih tinggi
dibandingkan tanah disekitarnya. Namun demikian, komposisi kimia kotoran
makrofauna sangat beragam, bergantung pada jenis makrofaunanya, jenis dan
jumlah pakannya serta jenis tanahnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah
dengan fungsi sebagai habitat beragam jasad hidup, banyak diantara jasad hidup
tersebut belum teridentifikasi. Berbagai spesies biota tanah tersebut bersifat
peka terhadap perubahan lingkungan, praktek pengolahan tanah serta pola tanam sehingga
keanekaragaman biota tanah (mikrofauna, mesofauna, makrofauna) dapat digunakan
sebagai petunjuk terjadinya proses degradasi atau rehabilitasi tanah (Papendick
et al., 1992).
Salah
satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan
tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu
berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna
tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam
penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati,
kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran.
Keberadaan
makrofauna tanah sangat berperan dalam proses yang terjadi dalam tanah
diantaranya proses dekomposisi, aliran karbon, bioturbasi, siklus unsur hara
dan agregasi tanah. Diversitas makrofauna dapat digunakan sebagai bioindikator
ketersediaan unsur hara dalam tanah. Hal ini dikarenakan makrofauna mempunyai
peran penting dalam memperbaiki proses-proses dalam tanah. Sementara itu, setiap
organisme mempunyai niche ekologis yang spesifik, serta nilai baik ekologis,
ekonomis, atau estetika.
Diversitas
makrofauna yang aktif dipermukaan tanah tidak menunjukkan adanya hubungan yang
nyata dengan parameter ketersediaan unsur hara. Sebaliknya terdapat hubungan
yang nyata antara diversitas makrofauna dalam tanah dengan beberapa sifat tanah
(N total, porositas, dan air tersedia). Tidak adanya hubungan antara diversitas
makrofauna yang aktif di permukaan tanah dengan parameter ketersediaan unsur
hara tanah diduga karena makrofauna yang aktif bukan merupakan fauna asli (natrics)
tetapi makrofauna yang keberadaannya sesaat untuk mencari sumber makanan (fauna
exotics) (Maftu’ah dkk,
2001).
Makrofauna
yang dapat mempengaruhi sifat fisika tanah diantaranya adalah semut, rayap, coleoptera
(kumbang) dan cacing tanah. Semut merupakan hewan tanah yang berperan penting
dalam perombakan bahan organik. Semut memakan sisa-sisa organisme yang mati dan
membusuk. Pada umumnya perombakan bahan-bahan organik dalam saluran pencernaan
dibantu oleh berbagai enzim pencernaan yang dihasilkan oleh mesenteron dan
organisme yang secara tetap bersimbiosis dengan pencernaannya.
Semut
merupakan makrofauna yang mempunyai peran sebagai pendekomposer bahan organik,
predator, dan hama tanaman. Semut juga dapat berperan sebagai ecosystem
engineers yang berperan dalam memperbaiki struktur tanah dan aerasi tanah.
Kelimpahan semut yang tertinggi biasanya terdapat pada lapisan serasah lebih
tinggi. Hal ini dikarenakan semut lebih menyukai tanah dengan bahan organik
yang tinggi dibandingkan dengan bahan organik yang rendah.
Petal
(1998) menyatakan bahwa koloni semut dapat menurunkan berat isi tanah sampai
21-30 % dan kelembaban tanah 2-17 %, serta meningkatkan mikroflora dan
aktivitas enzim tanah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada sarang semut
mempunyai kandungan bahan organik dengan kandungan N total lebih tinggi
dibandingkan tanah disekitarnya. Akumulasi bahan organik dari sisa makanan dan
metabolisme akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme dan enzim tanah sehingga
pergerakannya akan mempengaruhi struktur dan aerasi tanah.
Kelimpahan
rayap juga dapat dipengaruhi oleh kandungan N total tanah dan kelembaban tanah.
Rayap merupakan serangga yang hidupnya berkelompok dengan perkembangan kasta
yang telah diketahui dengan baik kasta reproduktif (ratu) mempunyai tugas
menghasilkan telur dan makannya dilayani oleh rayap pekerja. Rayap merupakan
makrofauna tanah yang penting peranannya pada pembentukan struktur tanah dan
pendekomposisian bahan organik serta ketersediaan unsur hara.
Kelimpahan
cacing tanah dipengaruhi oleh bahan organik, dengan meningkatnya bahan organik
maka meningkat pula populasi cacing tanah (Minnich, 1977). Di sekitar liang
cacing tanah kaya akan N total dan C organik. Cacing tanah jenis pontoscolex
corethrurus mempunyai kemampuan untuk mencerna bahan organik kasar dan
mineral tanah halus (Barois dan Ptron, 1994 dalam Lavelle et all., 1998). Cacing tanah memakan kotoran-kotoran dari mesofauna
di permukaan tanah yang hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses atau
kotoran juga yang berperan paling penting dalam meningkatkan kadar biomassa dan
kesuburan tanah lapisan atas. Cacing tanah merupakan makrofauna yang berperan
dalam pendekomposer bahan organik, penghasil bahan organik dari kotorannya,
memperbaiki struktur dan aerasi tanah.
Kotoran
(feses) cacing tanah mengandung banyak bahan organik yang tinggi, berupa N
total dan nitrat, Ca dan Mg yang bertukar, pH, dan % kejenuhan basa dan
kemampuan penukaran basa. Disini membuktikan bahwa cacing tanah berpengaruh
baik terhadap produktivitas tanah. Karena cacing tanah dalam sifat kimia
tanahnya berperan menghasilkan bahan organik, kemampuan dalam pertukaran
kation, unsur P dan K yang tersedia akan meningkat.
Aktivitas
dari makrofauna dapat mempengaruhi struktur tanah sehingga dapat memperbaiki
porositas tanah. Makrofauna seperti rayap, semut, coleoptera dan cacing tanah
dapat berperan sebagai ecosystem engineers. Makrofauna tersebut dapat
menerima makanan dari tanaman dan akan kembali mempengaruhi tanaman melalui
perubahan sifat fisik (Lavelle, 1994; Brusaard, 1994).
BAB III
ISI DAN
PEMBAHASAN
Cacing Tanah
Cacing tanah atau Earthworm
merupakan makroorganisme tanah yang hidup dalam tanah dengan sumber makanan
dari bahan organik yang ada dalam tanah. Cacing tanah membantu dalam perombakan
bahan organik yang ada dalam tanah menjadi berbagai senyawa dan ion yang
sebagian besar berupa hara yang lebih mudah tersedia bagi tanaman. Selain itu,
senyawa dan ion tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai organisme tanah lainnya,
baik bermanfaat bagi makroorganisme tanah lainnya, maupun mesoorganisme tanah dan mikroorganisme tanah, sehingga
merangsang pertumbuhan dan perkembangan aktivitas biologis dalam sistem tanah
tersebut.
Cacing tanah menghasilkan kotoran cacing yang disebut sebagai “Casting”. Casting (kotoran cacing) mengandung ion fosfat dengan
kadar yang tinggi. Ion Fosfat merupakan salah satu ion esensial baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, maupun untuk pembelahan sel dan
pembesaran serta perkembangan sel dari berbagai organisme tanah.
Berdasarkan
habitatnya, cacing tanah dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Cacing Epigeik adalah cacing yang
hidup di atas tanah yang memiliki ciri cacing tersebut memakan bahan organik di
atas tanah, tidak membentuk liang dan warnanya gelap.
2. Cacing Endogeik adalah cacing yang
hidup di bawah tanah atau dasar tanah yang mana memiliki ciri memakan mineral
tanah, membuat liang dan tinggal di dalamnya, warnanya merah muda serta castingnya
dibentuk di dalam tanah.
3. Cacing Anesik adalah cacing yang
hidupnya di atas dan bawah tanah, cacing ini sangat menyuburkan tanah karena
dapat membolak-balikkan tanah sehingga banyak casting yang ditinggalkan di dalam
liang. Cacing ini memiliki ciri berwarna gelap pada atas tubuhnya dan berwarna
merah muda pada bagian bawah tubuhnya.
Cacing tanah memiliki peran penting
bagi kesuburan tanah, cacing menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki
aerasi dan struktur tanah. Akibatnya tanah menjadi subur dan penyerapan nutrisi
oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah sangat bermanfaat antara lain
meningkatkan infiltrasi, memantapkan agregasi tanah, mengangkut bahan organik
ke bagian tanah yang lebih dalam meningkatkan populasi mikroba yang
menguntungkan tanaman.
Beberapa
perbaikan sifat biologi tanah dari peranan cacing tanah antara lain :
a. Cacing tanah bermanfaat dalam meningkatkan
aktivitas organisme tanah.
b. Cacing tanah bermanfaat dalam meningkatkan keragaman organisme tanah.
c. Cacing tanah
bermanfaat dalam
meningkatkan
populasi organisme tanah.
Cacing tanah dapat
memperbaiki sifat kimia tanah baik secara langsung (direct effect) maupun tidak
langsung (indirect effect).
Pengaruh
Langsung
Cacing tanah
dapat membantu dalam sirkulasi unsur hara dalam tanah. Mobilitas cacing tanah dalam sistem tanah berlangsung baik secara
horizontal maupun vertikal. Mobilitas secara vertikal menyebabkan terjadi
sirkulasi unsur hara dari sistem tanah
bagian lebih dalam ke sistem tanah bagian atas dan terjadi juga sebaliknya.
Sirkulasi unsur hara tersebut sangat menguntungkan untuk memenuhi
kebutuhan unsur hara tanaman. Tanah dengan populasi cacing tanah yang lebih banyak
mempengaruhi terhadap peningkatan ketersediaan P bagi tanaman. Selain itu juga
terjadi peningkatan pH tanah.
Cacing tanah
dapat membantu dalam proses dekomposisi bahan organik yang ada dalam tanah.
Proses dekomposisi tersebut akan dibebaskan berbagai unsur hara yang menjadi
lebih tersedia bagi tanaman.
Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh tidak
langsung dari cacing tanah terhadap perbaikan sifat kimia tanah, dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :
a. Pengaruh tidak
langsung intern sistem
tanah.
b. Pengaruh tidak
langsung melalui proses tambahan di luar sistem tanah.
Pengaruh tidak
langsung intern sistem
tanah merupakan perbaikan kimia tanah karena integrasi dari berbagai perbaikan
fisik-kimia tanah,
kimia-biologi tanah, dan fisik-kimia-biologi tanah. Pengaruh integrasi dalam intern sistem tanah dapat mempercepat
proses perbaikan sifat tanah.
Pengaruh tidak
langsung melalui proses tambahan di luar sistem tanah merupakan pengaruh dari penggunaan dari
proses pemanfaatan cacing tanah dalam merombak bahan organik menjadi pupuk
organik yang dapat memperbaiki sifat kimia tanah. Proses ini dikenal sebagai “Vermikomposting”.
“Vermikomposting” merupakan proses pembuatan pupuk
kompos plus dengan memanfaatkan aktivitas cacing tanah. Pupuk kompos yang
dihasilkan dari proses ini disebut pupuk “Vermikompos”.
Pada tahun 1941
hasil penelitian T.C. Puh menyatakan, bahwa karena aktivitas cacing tanah, maka
N, P, K tersedia dan bahan organik dalam tanah dapat meningkat. Unsur-unsur
tersebut merupakan unsur pokok bagi tanaman.
Tahun 1949
Stockli dalam penelitiannya menjelaskan, bahwa humus dan mikroflora kotoran
cacing tanah lebih tinggi dari tanah aslinya. Demikian juga percobaan pada
tanah-tanah gundul bekas tambang di Ohio (Amerika Serikat) menunjukan, bahwa
cacing tanah dapat meningkatkan kadar K tersedia 19 % dan P tersedia 16,5 %.
Tahun 1979,
Wollny juga menyatakan bahwa cacing tanah mempengaruhi kesuburan dan
produktivitas tanah. Dengan adanya cacing tanah, kesuburan dan produkvitas
tanah akan meningkat. Selain itu cacing tanah juga dapat meningkatkan daya
serap air permukaan. Liang cacing tanah yang ditinggal dalam tanah berfungsi
memperbaiki aerasi dan drainase. Keduanya sangat penting dalam pembentukan
tanah. Cacing tanah juga membantu pengangkutan sejumlah lapisan tanah dari
bahan organik. Cacing tanah juga dapat memperbaiki dan mempertahankan struktur
tanah. Lubang-lubang cacing dan humus secara langsung menjadikan tanah gembur.
Lahan pertanian
yang mengandung cacing tanah pada umumnya akan lebih subur karena tanah yang
bercampur dengan kotoran cacing tanah sudah siap untuk diserap oleh akar
tanaman. Cacing tanah yang ada di dalam tanah akan mencampurkan bahan organik
pasir ataupun bahan antara lapisan atas dan bawah. Aktivitas ini juga menyebabkan bahan
organik akan tercampur lebih merata.
Cacing tanah
juga dapat memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah. Lubang-lubang cacing dan humus secara langsung menjadikan tanah gembur.
Cacing ini memakan oarganisme hidup yang ada di dalam tanah dengan cara
menggali tanah.
Kemampuannya
yang dapat menggali bermanfaat dalam menggemburkan tanah.
Gambar 1. Cacing Tanah
Semut
Semut
terdapat hampir di semua habitat, dimulai dari tempat yang lembab sampai panas
(Wallwork, 1970). Semut merupakan serangga sosial yang hidup secara berkoloni
dan membentuk sarang atau gundukan tanah sebagai tempat berlindung. Biasanya
jumlah koloni dari serangga sosial ini terdiri dari ratusan, ribuan sampai jutaan
individu (Wallwork, 1982).
Semut
termasuk ordo Hymenoptera dan famili Formicidae. Semut sangat mudah dikenali,
walaupun terdapat beberapa serangga lain yang sangat menyerupai dan meniru semut-semut.
Bentuk sayap semut menyerupai tabuhan-tabuhan. Salah satu sifat-sifat struktural
yang jelas dari semut adalah sungut-sungut biasanya menyiku dan ruas pertama seringkali
sangat panjang. Koloni mengandung tiga kasta : ratu, jantan dan pekerja. Ratu
lebih besar daripada anggota kasta lainnya, biasanya bersayap, walaupun
sayap-sayap yang dijatuhkan setelah penerbangan perkawinan (Elzinga, 1987).
Peran
semut di alam dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap hewan dan
manusia. Manfaat segi positif tidak dapat secara langsung dinikmati oleh
manusia misalnya perannya sebagai bahan pengurai, simbiosis mutualisme dengan
aphid, dan sebagai predator. Semut Selonopsis sp. dapat menguraikan
bahan organik dari hewan dan tumbuhan, simbiosis dengan kutu daun dan predator
insekta yang lemah dengan cara bergotong rotong. Semut ini dominan sekitar
pekarangan rumah dan tepi jalan. Semut Dolichoderus sp. dapat berperan
sebagi predator insekta atau hewan yang kecil dan lemah dan pengurai bahan
organik.
Salah
satu organisme tanah yang sangat berperan dalam perbaikan kesuburan tanah
adalah fauna-fauna tanah termasuk anggota famili Formicidae. Hal ini terlihat
dari hasil pengamatan di lapangan semut Selonopsis sp. dan Dolichoderus
sp. menguraikan insekta atau sisa bahan organik secara bergotong royong. Pernyataan
ini didukung oleh Arief (2001) dalam Rahmawati (2004) fauna tanah akan
meremah-remah atau makan substansi nabati yang mati kemudian bahan tersebut dikeluarkan
dalam bentuk kotoran dan kotoran ini akan menjadi pupuk.
Gambar 2. Semut
Rayap
Rayap
merupakan golongan serangga yang penting di daerah tropika basah. Serangga yang
hidup berkoloni ini memiliki keragaman jenis dan kelimpahan populasi yang
tinggi. Beberapa jenis rayap dalam agroekosistem berperan sebagai hama karena
memakan jaringan berkayu dari tanaman budidaya (Kalshoven, 1981), sedangkan
beberapa jenis lainnya justru dapat meningkatkan produktivitas agroekosistem
dan kesuburan tanah karena fungsinya yang nyata sebagai peluruh limbah organik
(Collins, 1983 dalam Susilo, 1998; Swift & Bignell, 2001).
Aktivitas rayap dalam mempengaruhi
pembentukan tanah terjadi melalui (1) perannya sebagai pencampur dan pengaduk
tanah, (2) menciptakan liang-liang yang dalam, dan (3) mendekomposisi sisa-sisa
organik. Diperkirakan tingkat perubahan tanah akibat aktivitas rayap berkisar
dari 0,01 sampai 0,1 mm ha/tahun (Lal, 1987 dalam Ma’shum, 2003). Rayap
mampu mengangkut fraksi tanah berukuran halus dari tanah bagian bawah ke
permukaan tanah, fraksi halus tersebut digunakan sebagai bahan penyusun gundukan
tanah. Oleh karena itu, material gundukan tanah memiliki tekstur yang halus
jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya.
Gundukan tanah dibangun oleh rayap
dengan cara merekatkan satu partikel dengan partikel lain, dengan bahan
sementara adalah air liur dan atau senyawa ekskresi yang lain. Gundukan ini
memiliki ruang pori mikro yang nisbi banyak jumlahnya, sehingga tingkat
infiltrasi air pada gundukan tanah lebih kecil jika dibandingkan dengan pada
tanah disekitarnya. Sebagai akibat dari hal tersebut, air hujan pada tempat itu
akan tersimpan lebih lama pada bagian permukaan, sedangkan bagian tanah yang
lebih bawah seringkali masih dalam kondisi kering. Infiltrasi air yang lamban
berarti juga akan mengurangi tingkat pencucian unsur hara, dan karena itu
gundukan tanah umumnya berkandungan unsur hara yang lebih tinggi dari tanah
yang terdapat di dekatnya.
Gundukan tanah yang dibangun oleh
rayap umumnya memiliki kandungan liat yang nisbi tinggi, sehingga memiliki daya
simpan air yang lebih besar dari pada tanah disekitarnya. Lal, 1987 dalam
Ma’shum (2003) menunjukkan bahwa pada tegangan air yang sama gundukan tanah
berkandungan air lebih besar dari pada tanah yang terdapat disekitarnya. Rayap
juga membuat liang-liang tanah yang secara vertikal cukup dalam dan secara
horisontal cukup panjang, sehingga pada lokasi tersebut akan terjadi sirkulasi
udara yang nisbi baik. Disamping itu, liang-liang tersebut juga dapat
meningkatkan kecepatan infiltrasi air. Infiltrasi air pada gundukan tanah nisbi
lebih lamban jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya.
Mengenai pengaruh aktivitas rayap
terhadap sifat kimia tanah adalah sulit untuk digeneralisasikan, karena
pengaruhnya berubah-ubah bergantung pada sifat-sifat tanahnya, spesies rayap,
umur gundukan, macam vegetasi dan penggunaan lahan. Namun demikian umumnya
rayap mengakumulasi bahan organik dalam gundukan tanah, sehingga pada tempat
tersebut terkandung kation-kation basa serta hara tanaman yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya. Oleh karena itu, gundukan tanah
yang dibangun oleh rayap ini banyak digunakan sebagai sumber kapur dan rabuk
bagi tanaman.
Besarnya
peranan rayap khususnya jenis rayap pemakan tanah terhadap peningkatan
kesuburan tanah di daerah tropika, menurut Lavelle et al. (1997 dalam Eggleton et al., 2002) adalah karena sumbangannya yang berarti dalam proses
persebaran, perlindungan, dan penstabilan bahan organik tanah; perbaikan
mikroagregat, porositas, dan aerasi tanah; serta peningkatan proses humifikasi
dan pelepasan N dan P yang tak-mobil di dalam tanah.
Peranan
rayap sebagai penyubur tanah akan berkurang jika terjadi penurunan kekayaan
jenis (species richness), komposisi
jenis serta karakteristik fungsional dari rayap yang merupakan komponen
makrofauna tanah tersebut (Eggleton et al.,
2002). Selain hal itu, diketahui pula bahwa struktur dan kelimpahan komunitas
makrofauna tanah sangat rentan terhadap tindakan pengelolaan vegetasi penutup
tanah (Lavelle et al., 1992 dalam
Barros et al., 2002).
Menurut Richards (1974), rayap dapat
dikelompokkan berdasarkan makanannya, yaitu rayap pemakan kayu, pemakan humus
atau perombak organik dan pemakan fungi. Rayap dapat hidup pada habitat yang
kering.
Gambar 3. Rayap
Coleoptera (kumbang)
Coleoptera
merupakan salah satu dari insekta yang
tinggal di dalam atau di atas tanah dalam bentuk larva dan dewasa. Kebanyakan
merupakan hewan kecil predator, tetapi dapat juga memakan bahan-bahan tumbuhan,
jamur, alga, kayu, kotoran, bangkai dan sebagainya. Jumlah kumbang sangat besar
dan habitatnya bervariasi. Beberapa spesies menghabiskan hidupnya di dalam
sampah, sedangkan yang lainnya menggali tanah dengan kedalaman beberapa
sentimenter serta membawa kotoran atau bentuk bahan organik lainnya ke dalam
tanah tersebut (Adianto, 1993).
Gambar 4. Coleoptera (kumbang)
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Tanah
merupakan bagian dari tubuh alam yang menutupi bumi dengan lapisan tipis, di
sintesis dalam bentuk profil dari pelapukan batu dan mineral, dan
mendekomposisi bahan organik yang kemudian menyediakan air dan unsur hara yang
berguna untuk pertumbuhan tanaman.
2. Bahan
organik mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
3. Bahan
organik segar merupakan pakan bagi makrofauna. Melalui pencernaannya terjadi
penguraian bahan organik, dan sebagian hasil pengurainya dibebaskan kembali ke
tanah dalam bentuk kotoran yang dihasilkannya.
4. Makrofauna
tanah yang dapat merombak bahan organik diantaranya adalah semut, rayap,
coleoptera (kumbang) dan cacing tanah.
5. Keberadaan
makrofauna tanah sangat berperan dalam proses yang terjadi dalam tanah
diantaranya proses dekomposisi, aliran karbon, bioturbasi, siklus unsur hara
dan agregasi tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Buckman, H dan Brady, N. 1982. Ilmu Tanah.
Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Barros, E., B. Pashanasi, R.
Constantino, & P. Lavelle. 2002. Effects of land-use system on the soil
macrofauna in western Brazilian Amazonia. Biol.
Fertil. Soils (2002) 35: 338-347.
Eggleton, P., D.E. Bignell, S. Hauser,
L. Dibog, L. Norgrove, & B. Madong. 2002. Termite diversity across an
anthropogenic disturbance gradient in the humid forest zone of West Africa. Agriculture, Ecosystems, and Environment 90
(2002): 189-202.
Elzinga, R.J., 1987. Fundamentals
of Entomology. Third Edition. Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs, New
Jersey 07632. USA.
Ma’shum, M., Soedarsono, J., Susilowati,
L. E. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca IAEUP. Bagpro Peningkatan Kualitas
Sumberdaya Manusia. Ditjen Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Maftu’ah, E., Arisoesilaningsih, E. dan
Handayanto. E,. 2001. Potensi diversitas makrofauna tanah sebagai indikator
kualitas tanah pada beberapa penggunaan lahan. Makalah Seminar Nasional
Biologi 2. ITS. Surabaya.
Parr, J.F., R.I. Papendick, S.B., S.B.
Hornick, and R.E. Meyer.1992. Soil Quality: Attributes and relationship to
Alternative and Sustainable Agriculture.USDA- Natural
Conservation Service.
Petal, J. 1998. The Influence of
ants on Carbon and Nitrogen Mineralization in Drained Fen Soil. App. Soil
Ecol. 9: 271-272.
Rosmarkam, A dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu
kesuburan tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Swift, M. & Bignell. 2001. Standard Methods for Assessment of Soil
Biodiversity and Land Use Practice. ASB Lecture Note 6B. International
Centre for Research in Agroforestry. Southeast Asian Regional Research Programme.
Bogor.