Diskusi tentang
penggunaan istilah “Penyuluhan (extension)”, pertama kali dilakukan pada pertengahan abad
19 oleh Universitas Oxford dan Cambrige pada sekitar tahun 1850 (Swanson,
1997). Dalam perjalannya Van den Ban
(1985) mencatat beberapa istilah seperti di Belanda disebut Voorlichting,
di Jerman lebih dikenal sebagai “advisory
work” (beratung), vulgarization
(Perancis), dan capacitacion (Spanyol).
Roling mengemukakan bahwa Freire
(1973) pernah melakukan protes terhadap kegiatan penyuluhan yang bersifat top-down. Karena itu, dia kemudian menawarkan beragam
istilah pengganti extension seperti : animation, mobilization,
conscientisation.
Di Malaysia, digunakan istilah perkembangan sebagai
terjemahan dari extension, dan di Indonesia menggunakan istilah
penyuluhan sebagai terjemahan dari Voorlichting (Belanda).
Diskusi dengan penggunaan istilah “penyuluhan “ di kalangan pemerhati di I Indonesia
akhir-akhir ini semakin semarak.
Pemicunya adalah, karena penggunaan istilah penyuluhan dirasa semakin
kurang dihargai dan kurang dihargai oleh masyarakat.. Hal ini, disebabkan karena penggunaaan
istilah penyuluhan yang kurang tepat, terutama oleh banyak kalangan yang
sebenarnya “tidak memahami”
esensi makna yang terkandung dalam istilah penyuluhan itu sendiri. Di lain pihak, seiring dengan perbaikan
tingkat pendidikan masyarakat dan kemajuan teknologi informasi, pern penyuluhan
semakin menurun dibanding sebelum dasawarsa delapan puluhan.
Rahmat pambudi, pada awal 1996 mulai nelontarkan pentingnya istilah
pengganti penyuluhan, dan untuk itu dia menawarkan penggunaan istilah transfer
teknologi sebagimana yang digunakan oleh Lionberger dar Gwin (1983). Pada tahun 1998, Mardikanto menawarkan
pengunaan istilah edfikasi, yang merupakan akronim dari fungsi-fungsi
penyuluhan yang meliputi : edukasi, diseminasi, inovasi, fasilitasi,
konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi.
Meskipun tidaka ada keinginan untuk mengganti istilah penyuluhan,
Margono Slamet pada kesempatan seminar penyuluhan pembangunan (2000) menekankan
esensi penyuluhan sebagai kegiatan pemerdayaan masyarakat yang telh
mulai lazim digunakan oleh banyak pihak sejak Program Pengentasan Kemiskinan
pada awal dasawarsa 1990-an.
PELAKSANAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI JAMAN
PURBAKALA
Menurut sejarah purbakala, kegiatan penyuluhan pertanian sudah
dimulai di lemabah Mesopotamia sekitar 1800 tahun sebelum cristus (Bne Saad,
1990), dan di China dimulai pada abad ke-6 SM, ditandai dengan catatan tertulis
tentang teknik-teknik esensial dan pertanian pada 533 SM pada masa Dinasti
Han (Swanson et al, 1997).
Pada abad ke-2 SM sampai dengan abad ke-4 Masehi, banyak dijumpai
tulisan-tulisan-gambar berbahasa Latin, seringkali disertai dengan gambar
tentang pengalaman praktik bertani (White, 1997).
KELAHIRAN PENYULUHAN PERTANIAN MODERN
Swanson et al (1997) mencatat adanya beberapa kondisi yang
diperlukan bagi kelahiran penyuluhan pertanian, yang ditandai oleh :
a.
Adanya praktek-praktek baru dan
temuan-temuan penelitian
b.
Kebutuhan tentang pentingnya
informasi untuk diajarkan kepada petani
c.
Tekanan terhadap perlunya
organisasi penyuluhan
d.
Ditetapkannya kebijakan
penyuluhan
e.
Adanya masalah-masalah yang
dihadapi di lapangan
Mengutip True (1929) Swanson et al (1984) mengemukakan bahwa akar
kegiatan penyuluhan pertanian dapat ditelesuri bersamaan dengan jaman Renaisans
yang diawali sejak abad 14, yaitu sejak adanya gerakan tentang pentingnya
kaitan pendidikan dengan kebutuhan hidup manusia.
Pada 1304, Pietro de Crescenzi menulis buku teks tentang pertanian
dalam bahasa latin yang kemudian banyak diterjemahkan dalam bahasa Itali dan
perancis. Sejak saat itu, kegiatan
penulisan buku-buku pertanian semakin banyak bermunculan. Pada abad 17 dan 18, banyak ditulis pustaka
tentang pertanian dibanyak negara Eropa.
Di Inggris sendiri, sebelum tahun 1800 tercatat sekitar 200 penulis.
Pada tahun 1784 di London
terbit majalah pertanian yang dipimpin Athur Young, sebagai majalah yang
tersebar luas di Eropa dan Amerika. Pada
pertengahan abad 18, banyak kalangan tuan tanah (bangsawan) progresif yang mengembangkan
kegiatan penyuluhan pertanian melalui beragam pertemuan, demonstrasi,
perkumpulan pertanian, dimana terjadi pertukaran informasi antara pemilik tanah
dengan para tokoh petani.
Hal ini disebabkan karena :
1). Adanya keinginan belajar tentang bagaimana
mengembangkan produktivitas dan
nilai produknya, serta system penyangkapan dan bagi hasil yang perlu
dikembangkan.
2). Adanya perkembangan
ilmu pengetahuan modern dalam bidang pertanian,
khususnya penggunaan agro kimia dan ilmu fisiologi tanaman (Russel,
1966).
Kelahiran penyuluhan pertanian modern, sebenarnya baru dimulai di
irlandia pada tahun 1847, yaitu sejak terjadinya krisis penyakit tanaman
kentang yang terjadi pada 1845-1851 (Jones, 1982). Modernisasi penyuluhan pertanian secara besar-besaran,
justru terjadi di jerman pada akhir abad 19, yang kemudian Menyebarkan ke Denmark . Swis,
Hungaria dan rusia.
Sementara itu, Perancis tercatat
sebagai negara yang untuk pertama kali mengembangkan penyuluhan
pertanian yang dibiayai negara sejak tahun 1879.
Pada awal abad 20, kegiatan penyuluhan pertanian umumnya masih
dilakukan dengan skala kecil-kecil, baik yang diorganisir oleh lembaga/instansi
pemerintah maupun perguruan tinggi.
Tetapi, seiring dengan perkembangannya, organisasi penyuluhan pertanian
tumbuh semakin kompleks dan semakin birokratis.
Banyak kalangan yang menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia
bersamaan dengan dibangunnya Kebun Raya Bogor pada 1817. Tetapi almarhum Prof. Iso Hadiprodjo
keberatan, dan menunjuk tahun 1905 bersamaan dengan dibukanya Departemen
pertanian, yang anatara lain memiliki tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan
Pertanian sebagai awal kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia.
Hal ini disebabkan, karena kegiatan “penyuluhan” sebelum 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan
yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan “tanam
paksa” atau cultuurstelsel.
Selama masa penjajahan Jepang, kegiatan penyuluhan pertanian praktis
terhenti, karena apa yang dilakukan tidak lain adalah pemaksaan-pemaksaan
kepada rakyat untuk mengusahakan bahan dengan dan produk-produk strategis yang
lain.
Setelah masa kemerdekaan, penyuluhan pertanian mengalami
perubahan-perubahan sebagai berikut:
1.
1945 – 1950, Plan Kasino
(Rencana Produksi 3 tahun, 1948 – 1950) yang tidak dapat terlaksana karena
terjadinya revolusi fisik.
2.
1950 – 1958. Plan Kasino
digabung dengan Rencana Wisaksono menjadi Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI)
yang dibagi dalam dua tahap: 1950 –1960.
Salah satu
“peninggalan” RKI adalah dibangunnya
BPMD (Balai Pendidikan Masyarakat Desa) di tingkat Kecamatan, dan dilaksanakan
penyuluhan pertanian dengan pendekatan perorangan melalui system tetesan-minyak
(elievlek sijsteem).
Pada tahun 1958, dimulai
kegiatan intensifikasi padi melalui kegiatan Padi Sentra/SSB (self supporting
beras).
3.
1959 – 1963, penyuluhan
perorangan melalui teknik tetesan minyak diganti dengan penyuluhan masal dengan
teknik tumpahan-air.
Pada periode ini, kita kenal
Gerakan Swa Sembada Beras/SSD dan KOGM (Komando Operasi Gerakan Makmur) yang
pada 1970 diubah menjadi SSBM (Swa Sembada Bahan Makanan).
4.
1963-1974. Diawali oleh pengalaman demonstrasi Panca
Usaha lengkap yang dilakukan oleh ipb di kerawang pada 1963/1964 dikembangkan
demostrasi masal (Den mas) yang kemudian
dikembangkan menjadi BIMAS – SSBM(Bimbingna masal Swasembada Bahan Makanan).
Setelah melalui
perbaikan-perbaikan dalam bentuk Bimas Berdikari, Bimas Biasa, Bimas Baru,
bimas Gotong Royong (1968-1970), dan Bimas Nasional yang disempurnakan (1970 –
1973) akhirnya dikembangkan menjadi program Insefikasi Masal (INMAS).
Sejak pelaksanaan Bimas
Nasional ynag disempurnakan, mulai dikenal Unit Desa (seluas 600 – 1000 ha)
yang didalamnya tersedia “catur sarana Unit Desa” yaitu : PPL, KUD, BRI Unit
Desa dan kios sarana produksi.
5.
1974 – 1983. Bersamaan denga proyek penyuluhan pertanian
tanaman pangan NFCEP (National Food Crops Extension Project), pada 1976
mulai dikenalkan kegiatan Intensifikasi Khusus (INSUS) dengan mengefektifkan
penyuluhan kepada kelompok tani melalui sistem kerja Latihan dan Kunjungan
(LAKU) atau Training dan Visit (TV).
Keberhasilan INSUS ini sejak
1979 kemudian dikembangkan menjadi beragam
OPSUS (Operasi Khusus) di beberapa daerah yang dinilai terlambat,
seperti OPSUS Tekat Makmur (NTB) opsus Lapo Ase 9sumsel).
6.
1983 – 1993. selama periode ini, beberapa hal yang
menonjol adalah :
a.
Pengembangan INSUS menjadi
SUPRA INSUS menggunakan 10 jurus teknologi, yang anatara lain dengan
menggunakan Pupuk Pelengkap Cair (PPC), Zat Pengatur Tubuh (ZPT) dan pemupukan
(makro) yang berimbang.
b.
Admistrasi penyuluhan ditingkat
Kabupaten di alihkan dari Dinas Pertanian (pangan) ke Seketaris Pelaksana
Harian BIMAS (SPHB).
7.
1993 – 2001. Pada periode ini terjadi perubahan admistrasi
penyuluhan dipindah lagi dari SPHB ke Dinas-dinas sub sektoral. Semula, perubahan ini dimaksudkan untuk
memeratakan kegiatan penyuluhan pertanian yang sejak awal lebih terfokus pada
tanaman pangan ke semua sub sektor.
Tetapi, karena luas wilayah kerja Penyuluh semakin luas, efektivitas LAKU
menjadi berkurang. Di samping itu mutu
PPL semakin tidak mampu mengimbangi kecepatan kemajuan IPTEK dan kegiatan
kemajuan Penyuluhan yang dilakukan oleh pelaku Bisnis dan LSM. Menghadapi masalah tersebut, mulai tahun 1995
administrasi penyuluhan pertanian di Kabupaten disatukan kembali ke dalam BIPP
(Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian).
Sayangnya koordinasi BIPP dengan Dinas-dinas terkait tidak selalu
akrab. Akibatnya, penyuluhan yang
dilakukan tidak selalu serasi dan mendukung kebutuhan Dinas-dinas terkait.
8.
2001-hingga sekarang. Seiring bergulirnya reformasi yang diikuti
kebijakan Otonomi Daerah, yang mem,bawa konsekuensi terjadinya perubahan
Organisasi Pemerintah Kabupaten. Bipp
menjadi 3 (tiga) bentuk yaitu : tetap, tidak jelas, dan dilebur dalam kelompok
Jabatan Fungsional di dalam Dinas Perrtanian.
SEJARAH ILMU PENYULUH PERTANIAN
Ilmu penyuluhan pertanian, seperti yang telah dijelaskan di atas,
mulai dijadikan tofik diskusi antar Universitas Oxford
dan Cambridge
pada perrtengahan abad ke-19 ditandai oleh tulisan William Sewell berjudul : Suggestions
for the Extension of University (1850).
Kemudian masuk ke Amerika pada awal abad 20 ketika Cooperative Extension
Services mengembangkan
Land Grant
college.
Meskipun kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia telah berlangsung hampir
se abad, tetapi kehadirannya sebagai ilmu tersendiri baru dilakukan sejak
dasawarsa 60’an yang dikenal melalui Sekolah Pertanian Menengah Atas
(SPMA). Tulisan-tulisan tentang
penyuluhan pertanian, masih ditulis dalam bentuk booklet yang diterbitkan oleh
Departemen Pertanian, yang anatara lain ditulis oleh : Hasmosoewignyo arifin
Mukadas, dan Sukandar Wiriatmadja.
Sedang buku teks tentang penyuluhan yang pertama kali, ditulis oleh
Soejitno pada tahun 1968.
Dilingkungan perguruan tinggi, ilmu penyuluhan pertanian baru
dikembangkan sejak 1976 bersamaan dengan dibukanya jurusan Penyuluhan Pertanian
di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Sedang
untuk program S1, program studi penyuluhan dan komunikasi perrtanian baru
dibuka sejak 1998. Sebelum itu, di
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada) ilmu penyuluhan pertanian diajarkan
dalam mata kuliah Paedagogiek Penyuluhan Pertanian.
PENYULUHAN PERTANIAN DI MASA DEPAN
Di masa mendatang, kegiatan penyuluhan pertanian akan menghadapi
tantangan-tantangan, terutama yang diakibatkan oleh pertumbuhan populasi
penduduk ditengah-tengah semakin sempitnya lahan pertanian, sehingga usaha tani
harus semakin mengkhususkan diri serta meningkatkan efesiensinya.
Dalam persfektif pemerintah, apapun prioritas yang akan ditempuh,
kegiatan penyuluhan pertanian akan tetap menjadi kebijakan kunci untuk
mempromosikan kegiatan Pertanian Lestari, baik dalam kontek lagi maupun social
ekonomi ditengah-tengah system pemerintahan yang birokratis dan semakin
terbatas kemampuannya untuk membiayai kegiatan-kegiatan publik. Dilain pihak, kegiatan penyuluhan harus
semakin bersifat “Fartisipatif” yang
diawali dengan analisis tentang keadaan dan kebutuhan masyarakat melaluui kegiatan
penilaian Desa Partisipatip atau participatory rural appraisal/PRA Chambers,
1993. Meskipun demikian, kegiatan
penyuluhan pertanian akan banyak didukung oleh kemajuan teknologi
informasi. Karena itu, di masa depan,
kekuatan dan perubahan penyuluhan pertanian akan selalu terkait dengan keempat
hal yang akan sebagai berikut ini (Rivera dan Gustafson, 1991) :
1.
Iklim ekonomi dan politik
Sejak krisis ekonomi dan
politik melanda beberapa negara pada akhir abad 20, banyak negara yang tidak
lagi mampu membiayai kegiatan publik ditengah-tengah tuntutan
demokratisasi. Karena itu, kegiatan
penyuluhan harus dilaksanakan secara lebih efesien untuk dapat melayani kelopok
sasaran yang lebih luas, dan dilain pihak, pemerintah akan lebih banyak
menyerahkan kegiatan penyuluhan kepada pihak swasta.
2.
Konteks social di wilayah
pedesaan
Di masa depan, masyarakat
pedesaan relatif berpendidikan, lebih banyak memperoleh informasi dari media
masa serta terbuka dari isolasi geografis, lebih memiliki aksesabilitas dengan
kehidupan bangsanya sendiri dan dunia internasional. Karena itu, penyuluhan pertanian harus mampu
menjawab tantangan pertumbuhan penduduk, meningkatnya urbanisasi, perubahan
aturan/kebijakan, persyaratan pasar, serta kebutuhan masyarakat akan beragam
layanan seperti : pelatihan, spesialisasi, pelatihan kompetensi dan
bentuk-bentukOrganisasi (Moris, 1991).
Sehubungan dengan itu, penyuluhan
pertanian di masa depan harus meninggalkan monopoli pemerintah sebagai
penyelengara penyuluhan, mampu melayani beragam kelompok sasaran yang berbeda,
tidak saja terkait dengan keragaman kategori adapternya, tetapi juga yang
terkait dengan aksebilitas pasar, derajat komersialisasi serta ketergantunganya
pada usaha tani untuk perbaikan pendpatan dan kesejahteraannya.
3.
Sistem Pengetahuan
Terjadinya perubahan politik
yang berdampak pada debirokratisasi, desentralisasi (pelimpahan
kewenangan) dan devolusi (penyelenggaraan kewenangan) kepada masyarakat
local, juga akan berimbas pada pengembangan usaha tani yang memiliki spesifikasi
local. Pengakuan terhadap pentingnya
spesifikasi local, harus dihadapi dengan pengakuan penyuluh terhadap kemampuan
petani, pengalaman petani, penelitian yang dilakukan petani, serta upaya-upaya
pengembangan yang dilakukan. Oleh sebab
itu, penyuluh harus menjalin hubungan yang parsitisipatif dengan kelompok
sasarannya, khususnya dalam pemanfaatan media massa untuk mrnunjang kegiatan di wilayah
kerjanya.
4.
Teknologi Informasi
Perkembangan telekomunikasi
dengan penggunaan komputer pribadi/PC akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan
penyuluhan pertanian dimasa depan.
Kelompok sasaran yang memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi
informasi/IT akan relatif lebih indefenden.
Dengan demikian, fungsi sitipenyuluhan tidak lagi “menyampaikan pesan”
melainkan lebih dari menjalin interaksi yang partisiatif dengan kelompok
sasarannya.
SEJARAH PENYULUHAN PERTANIAN DI INDONESIA
SEBELUM 1945
Perkembangan sesuatu instansi, baik instansi pemerintah maupun
partikelir, sangat dipengaruhi oleh dan tergantung pada pengalaman orang yang
mengemudikan instansi itu. Tidak saja
pengalaman yang baik yang berguna bagi kemajuan instansi itu, bahkan
pengalaman-pengalaman yang jelek pun banyak faedahnya. Pengalaman-pengalaman jelek itu merupakan
“lampu merah” yang memperingatkan kita harus hati-hati dalam perjalanan kita.
Kata “Sejarah” diatas menyuruh kita menengok kebelakang. Bahkan di dalam hal Penyuluhan Pertanian mau
tidak mau kita harus mengungkapkan sedikit zaman penjajahan.
Dibeberapa negara selain di Indonesia , penyuluhan pertanian
menjadi tugas instansi tersendiri di dalam lingkungan Departemen Pertanian,
yang tugasnya memberi penyuluhan tentang pertanian dalam arti luas. Petugas-petugas dari instansi khusus inilah
yang berhubungan langsung dengan rakyat pedesaan dan kota , dengan dibantu oleh ahli-ahli dalam
berbagi bidang. Ahli-ahli ini biasanya
disebut “Subject Master Specialist” sedangkan petugas penyuluhan “extension
workes”. Petugas-petugas penyuluhan
itu memberi penyuluhan serta bimbingan kepada seluruh masyarakat tentang
pertanian, peternakan, perikanan, kerumah tanggaan dan lain-lain.
Di Indonesia tiap-tiap instansi penyuluhan dalam lingkunangan
Departemen Pertanian memberikan penyuluhan sendiri-sendiri kepada rakyat
tani. Bahkan banyakl pula
jawatan-jawatan yang bernaung di bawah Departemen-departemen lain yang juga memberi penyuluhan sendiri-sendiri
langsung kepada rakyat tani.
Cara mana yang abik, sementara belum dapat dinyatakan dengan
pasti. Akan tetapi yang nyata adalah,
bahwa rakyat tani Indonesia
seolah-olah diserbu dari banyak jurusan, sehingga mereka sering menjadi
bingung. Mengapa gagasan membentuk satu
instansi penyuluhan yang meliputi banyak bidang.
Kalau di Indonesia kita bicarakan tentang penyuluhan pertanian, maka
pikiran pertama tertuju pada Jawatan Pertanian Rakyat. Semasa penjajahan Belanda namanya adalah
Landbouwvoorlichtingsdienst (L.V.D) dan semasa pendudukan Jepag Jawatan
Penyuluhan/penerangan Pertanian.
Apabila disana-sini dalam tulisan ini terdapat juga
penyuluhan-prnyuluhan yang menjadi tugas instansi selain Departemen Pertanian
termasuk juga Derektorat Pertanian Rakyat dan Dinas Pertanian Rakyat, itu
karena petugas-petugas Dinas Pertanian Rakyat tidak mungkin memandang bapak
tani dari segi penanaman padi saja.
Mereka memandang bapak tani sebagai “Central Figuur ”
dari seluruh usahanya, yang tidak hanya pada penanaman padi saja. Bapak tani beserta seluruh keluarganya
berusaha menegakan penghidupan dengan berbagi jalan disamping mengolah
tanahnya. Iapun memelihara ayam, menjual
kayu bakar, menyadap karet diperkebunan-perkebunan budaya, penganyam bakul dan
tikar, bekerja dikota dalam waktu terluang dan lain-lain.
PERIODE SEBELUM 1905
Sejak perdagangan-perdagangan rempah-rempah Belanda pada akhir 1598
menginjakkan sepatunya diatas bumi Indonesia untuk pertama kalinya hingga
permulaan abad ke XX, tidak seorangpun memperhatikan nasib kaum tani, apalagi
penyuluhan kepada mereka. Pedagang
Belanda itu hanya mementingkan usahanya mengumpulkan rempah-rempah dengan harga
yang sangat rendah. Guna memperkuat
penduduknya sebagai pedagang
rempah-rempah maka 4 tahun kemudian telah didirikan Vereenigde Oost-indische
Compagnie (V.O.C). Kompeni inilah
sesungguhnya yang meletakkan dasar-dasar pemerintahan Belanda ditanah air
kita. Akan tetapi akhirnya V.O.C. Pada tahun 1799 dihapuskan. Dengan segala hutang-hutangnya yang jumlahnya
tidak kurang dari 134 juta Golden, tetapi sebaliknya juga dengan semua
kekayaannya berupa pangkalan tersebut diseluruh Indonesia dan daerah yang
meliputi hampir seluruh pulau Jawa V.O.C. diambil alih oleh De Bataafsche
Republiek.
Bersamaan dengan hapusnya V.O.c. itu Napolen memperoleh kekuasaan
penuh di Perancis dan pada tahun 1804 ia mengangkat dirinya sendiri menjadi
kaisar Perancis. Adapun di negara-negara
yang ditundukan olehnya, didirikan kerajaan-kerajaan dengan sanak saudaranya
sendiri sebagai raja di Negeri Belanda ditetapkan Lodewijk Napoleon sebagai
raja. Hanya inggrislah yang tetap
melawan. Karena angkatan laut Inggris
sangat kuat, maka banyak sekali pangkalan-pangkalan Perancis yang dilkalahkan
dan diduduki oleh Inggris, termasuk pangkalan-pangkalan Belanda di Indonesia
(karena negeri Belanda serta daerah-daerah jajahannya telah menjadi daerah
jajahan Perancis juga). Untuk
mempertahankan daerah Belanda yang praktis tinggal pulau Jawa saja, oleh Lodewijk
Napoleon dikirimlah Daendels pada tanggal 1 Januari 1808 ke Jawa sebagai
Gubernur Jenderal.
Kecuali tugas yang bersifat militer itu Daendels pun bertugas
memperbaiki nasib bangsa Indonesia . Sebagai anak Revolusi Perancis, Daendels
bersemangat membela nasib rakyat Indonesia yang tertindas oleh
V.O.C. Memang mula-mula ia memrintahkan
kepada pegawai-pegawai pamung praja, supaya berusaha meninggikan hasil bahan
makanan kaum tani, terutama beras. Akan tetapi tidak lama kemudian ia melupaka
semboyan-semboyan revolusi yang muluk itu dan berubah menjadi seorang dictator
yang kejam, dan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat Indonesia . Bahkan kewajiban rakyat untuk menanam kopi
yang menurut tugasnya seharusnya dikurangi, malahan diperluas.
Suatu tindakan Daendels yang sangat merugikan rakyat tani adalah
penjualan tanah-tanah luas termasuk rakyat yang bertempat tinggal diatas tanah
itu kepada orang-lorang partikelir.
Bahkan pemerintah Republik Indonesia mengalami kesukarannya
membeli kembali tanah-tanah partikelir itu.
Akhirnya karena Napoleon sendiri juga
mencurigainya maka pada tahun 1811 Daendels dipanggil kembali dan
diganti oleh Janssens.
Sementara itu Raffles yang berkedudukan dipulau tenang sebagai wakil
kekuasaan Inggris menginginkannya sekali menanam kekuasaan Inggris di Indonesia. Dengan akal yang licik akhirnya ia pun
berhasil mengusir Belanda dari Indonesia dan dari tahun 1811 sampai 1816
menjabat Letnan Gubernur Jendral di Indonesia.
Kepada raja-raja dan rakyat Indonesia
yang tadinya menyatakan bahwa, Inggris adalah kawan sejati bansga Indonesia dan
bersama-sama mengusir Belanda. Akan
tetapi setelah berkuasa di Indonesia
ternyata ia adalah penindas pula.
Raffeslah yang pertama-tama memproklamirkan, bahwa semua tanah di Indonesia
menjadi milik pemerintah Inggris. Dan
kaum tani yang sejak semula memiliki tanah harus membayar sewa atau pajak bumi
atau landrent atau landrente yang banyaknya berkisar ¼ dan ½ dari nilai hasil tanah itu dan harus
dibayar dengan uang yang beredar dikalangan masyarakat, maka seringkali rakyat terpaksa membayar
landrent itu dengan padi, suatu hal yang sangat memberatkan kaum tani. Hasil bumi Indonesia waktu itu tidak dijual di
Eropa, berhubung dengan adanya Continental stelsel ciptaan Napoleon. Ke Amerika pun tidak mungkin sebab Inggris
berperang melawan Amerika. Untuk
memperkuat keuangan negara Raffles pun menjual tanah-tanah seisinya kepada
parikelir-partikelir seperti dijalankan oleh Daendels.
Ini semua dijalankan oleh Raffles, meskipun ia menamakan dirinya
sebagai pelindung rakyat kecil terhadap tindakan sewenang-wenang.
a. Penyuluhan
pertanian tetap tidak ada
Suatu jasa dari Raffles tidak boleh kita lupakan, yaitu penghapusan
perbudakan (th. 1814). Akan tetapi ia pun menyalahi peraturannya
sendiri, hanyalah seorang untuk iskeperluan seorang sahabat karibnya ia memaksa
beberapa ribu orang dari Jawa ke daerah Banjarmasin .
Sementara itu bintang Napoleon mulai turun, dan menurut perjnjian
antara Inggris dan Belanda di London pada tahun 1814 daerah jajahan Belanda di
Indonesia dan lain-lain dikembalikan. Akhirnya pada tahun 1816 Raffles pun pergi
dari Indonesia, tetapi Singapura tetap merupakan Bandar bebas dan pangkalan
kuat milik Inggris dan mulailah lagi penjajahan Belanda penghisapannya di
Indonesia. Dengan kembalinya Belanda itu
berlakulah lagi monopoli rempah-rempah, yang baru disekitar tahun 1870
terakhir.
b. Permulaan
masa Belanda ke II
Segera setelah pada tanggal 17 Agustus 1916 bendera Union Jack
digantikan oleh bendera merah putih biru di Jakarta dan Indonesia dinamakan
Nederlandsche-Indie, mulailah lagi perlawanan-perlawanan bangsa Indonesia
terhadap Belanda dengan lebih hebat dari pada sebelumnya. Hal itu disebabkan oleh tindakan Belanda yang
tidak pada tempatnya lagi. Monopoili
rempah-rempah yang telah dihapuskan Raffles dihidupkan kembali. Pemberontakan ini terjadi pada tahun 1817
dipulau Saparua (Maluku) dibawah pimpinan Pattimura. Perlawanan di Banten yang telah dimulai sejak
jaman Daendels hingga waktu itu berkobar terus.
Di Cerebon pun berkobar perlawanan hebat. Sultan Najamudin di Palembang juga tidk mau
ketinggalan. Di Minang kabau Belanda
menghadapi perlawanan kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol. Di Jawa berkobar perang Diponegoro yang
menyebabkan tewasnya tidak kurang dari 8000 orang Belanda dan makan biaya
sebanyak 20 juta gulden. Di Sulawesi Aru
Palaka pun menentang Belanda.
Sementara itu dengantidak orang Komisaris Jendral yang ditugaskan
untuk menerima kembali Indonesia
dari tangan Raffles ikut serta seorang bangsa Jerman Reinwardt.
Dialah diserahi tugas untuk memajukan pertanian, pengetahuannya dan
kesenian. Iapun menyelidiki dengan
menyelidiki dengan teliti tumbuh-tumbuhan di Indonesia dan ialah yang membangun
Kebon Raya Bogor pada tanggal 17 Mei 1817 yang kini menjadi termasyur diseluruh
dunia itu. Kebon Raya itulah dapat
dianggap sebagai titik permulaan penyuluhan pertanian.
c. Cultuurstelsel
(Tanam paksa)
Pemberontakan-pemberontakandan terutama perang Diponegoro tersebut
diatas telah memakan biaya sedemikian besarnya sehingga kas Hindia-Belanda
menjadi kering. Keadaan keuangan negeri
Belanda sendiri pun sangat menyedihkan, berhubung dengan peperangan dibenua
Eropah, terutama yang bergandingan dengan pemberontakan Belgia untuk melapaskan
diri dari ikatannya dengan kerajaan Belanda pada waktu itu. Kerajaan Belanda berusaha untuk mengisi
kembali kasnya lagi. Seorang penasehat
Raja Willem I yang bernama Van Den Boch, mengajukan usul untuk mengisi kas
Negara itu,usul mana yang diterima oleh raja.
Hal itu mengecewakan para pengusaha partikelir dari aliran Liberalisme,
sebab para pengusaha itu mengingnkan saingan bebas, sedangkan usul Van Den Boch menghendaki supaya daerah jajahan
Indonesia dengan alamnya yang kaya-kaya serta banyak penduduknya itu, dijadikan
sumber untuk memperkaya negeri Belanda.
Untuk itu rakyat Indonesia
dipaksa menanam tanaman-tanaman yang diperdagangkan di Eropah, seperti nila,
kopi, gula, tembakau. Dari sebab itu
peraturan ini terkenal dengan nama Tanam Paksa atau Cultuurstelsel. Peraturan itu melarang adanya saingan dari
pihak partikelir. Hasil tanam-tanaman
itu dibeli oleh pemerintah Belanda dengan harga yang telah ditetapkan, tidak
oleh si produsen, melainkan oleh pemerintah Belanda. Sudah barang tentu harga-harga itu sangat
rendah, agar Belanda dapat memperoleh keuntungan sebesar mungkin, sesuai dengan
politik yang dianut pada waktu itu, ja`ni batig slot politiek (politik mencari
untung).
Dibanding dengan tindakan-tindakan Daendels Cultuurstelsel ini dalam
teori lebih lunak dan bahkan lebih menguntungkan. Bahkan kepada kaum tani telah mulai diberi
petunjuk-petunjuk tentang cara menanam yang bersifat perintah/paksaan. Akan tetapi akhirnya dalam praktek Tanam
Paksa itu menjelma jadi peraturan yang sangat kejam, misalnya:
1.
Tanah yang wajib ditanami
dengan jenis-jenis tanaman ditentukan lebih dari 1/5 dari milik petani, padahal
menurut peraturannya hanya 1/5 bagian.
2.
Menyimpang dari peraturannya
kaum tani harus bekerja jauh lebih keras untuk tanaman untuk keperluan
pemerintah daripada untuk tanaman padinya sendiri, sehingga tanaman padi itu
sering gagal sehingga menyebabkan kelaparan hebat didaerah Demak dan Grobogan
ditahun 1848 – 1849).
3.
Harga pembelian hasil tanaman
paksa itu lebih rendah dari harga yang ditetapkan.
4.
Peraturan pembebasan pajak atas
tanah yang harus ditanami dengan tanaman perdagangan selalu dilanggar dan
petani tetap harus membayar pajak.
5.
Pegawai-pegawai harus
melaksanakan dan mengawasi Tanaman Paksa berlaku curang, walaupun sudah ada
system hadiah untuk pegawai-pegawai yang memasukan hasil yang banyak.
6.
Kerugian mana tanaman yang
tidak disengaja oleh petni harus dipikul oleh mereka sendiri, padahal
semestinya oleh pemerintah.
7.
Bertentangan dengan
peraturannya petani harus membiayai pengangkutan hasil tanaman paksa ke
gedung-gedung pemerintah.
Dalam waktu 1881 samapi 1877 Cultuurstelsel memberikan keuntungan
bersih sebanyak 825 juta gulden (atau sekarang sedikitnya sama dengan 82 ½
miliyar Rupiah), yang keseluruhannya masuk kas negeri Belanda dan dipengaruhi
untuk melunasi hutang-hutangnya dan untuk membiayai pembangunan negeri
Belanda. Jadi bangsa Indonesialh yang
sesungguhnya memikul segala pembangunan negeri
Belanda. Tetapi bangsa Indoesialah
yang karena pertaturan tanam paksa itu menjadi sangat miskin dan
menderita. Pemerintah Belanda mengetahui
juga, bahwa penderitaan rakyat itu sebagian besar disebabkan oleh para petugas
yang melanggar peraturan-peraturan yang telah dilakukan. Tetapi mata pemerintah tertutup oleh
keuntungan-keuntungan yang besar itu.
Rakyat Indonesia
tidak berdaya sama sekali. Tidak
seorangpun yang membelanya, juga para petugas bangsa Indonesia tidak suka membelanya
karena merekapun memperoleh kekayaan dari Cultuurstelsel itu.
Akan tetapi lambat laun tokoh muncul orang-orang dari kalangan
Belanda sendiri secara terang-terangan mengutuk Culturstelsel juga Barron Van
Hoevell dan Douwes Dekker. Yang tersebut
terakhir terkenal dengan buku yang ditulisnya berjudul “Max Havelaar”.
Sebagai berkas Assisten –Resident ia mengetahui benar keadaan desa,
mengetahui benar kecurangan-kecurangan petugas-petugas pemerintah yang
mengakibatkan penderitaan rakyat. Itu
semua ia cantumkan dalam bukunya. Karena
itu, buku Max Havelaar telah memulailah timbul pada pemerintah Belanda
perhatian nasib bangsa Indonesia . Dan akhirnya atas usaha mentri Fransen Van de
Puute, yang dilanjutkan oleh De Waal pada tahun 1870 Tanam Paksa secara formal
dihapuskan, dan dengan dihapuskannya tanam paksa kecuali pada tanaman tebu
kopi. Pada tahun 1891 Cultuurestelsel
tebu dihapuskan dan dengan dihapuskannya tanam paksa kopi pada tahun 1917
barulah Cultuurstelsel berakhir (selama 87 tahun).
Sesudah tahun 1870 perhatian pemerintah Belanda secara
berangsur-angsur bertambah besar saying perhatian yang bertambah besar itu
banyak segi negatifnya antara lain, yang paling merugikan bangsa Indonesia
adalah Belanda menjaga jangan sampai bangsa Indonesia, terutama rakyat tani
sangat kuat dalam perekonomiannya yang tentu saja dapat membahayakan kaum
penjajah. Segi positifnya, antara lain
pemerintah memutuskan untuk menyalurkan hasil percobaan-percobaan yang diadakan
oleh para ahli prtanian kepada rakyat.
Maka dbentuklah sebuah komisi yang terdiri atas petugas-petugar
Pangreh-Praja. Pangreh-Praja yang bertugas memberi penyuluhan kepada petani guna
menaikkan produksi pertanian, terutama padi.
Oleh Pangreh-praja diadakan banyak percobaan-percobaan setempat. Akan tetapi karena tidak memiliki keahlian
dalam bidang pertanian maka hampir seluruh percobaan-percobaan tersebut
gagal. Berhubungan dengan itu maka
Jawatan Kehutanan (Boschwezen) diikutsertakan.
Akan tetapi usaha inipun gagal, karena bagaimanapun pandainya ahli-ahli
kehutanan, mereka bukan ahli-ahli tanam-tanaman bahan makanan.
Berhubungan dengan itu maka pada tahun 1999 Kebun Raya di Bogor
ditugaskan untuk membuat demonstrasi-demonstrasi tetap dengan tanaman
padi. Akan tetapi hasil cara kerja
itupun sangat mengecawakan.
Pengalaman-pengalaman yang jelek tadi menimbulkan kesadaran pada
pemerintah, bahwa cara penyuluhan tentang tekhnik dan ekonomi pertanian harus
dirubah.
PERIODE 1905-1910
Bersamaan dengan dan sampai jatuh setelah perang di Ponegoro
selesai, abad ke-XIX dapat dikatakan penuh dengan pemberontakan dan perang
seluruh Indonesia . Yang terberat bagi Belanda adalah perang di
Aceh, yang dinyatakan sendiri oleh Belanda pada tanggal 26 Maret 1873. Belanda kewalahan menghadapai
pahlawan-pahlawan Aceh, yaitu Panglima Polim, Teuku Umar dan istrinya, Tengku
Cik Ditiro dan masih banyak lagi yang lainnya.
Baru dalam tahun 1904-lah perang Aceh oleh Belanda dianggap
selesai. Atas jasanya menindas
perlawanan rakyat Aceh maka Letnan Kolonel J. B. van Heutz ditetapkan menjadi Gubernur
Jenderal hingga tahun 1909. Akan tetapi,
sebenarnya perang Aceh itu tidak pernah selesai, sebab hingga tahun 1938 selalu
ada pemberontakan-pemberontakan.
Setelah perang di Aceh itu, pada tahun 1905 didirikan Departemen van
Landbow (Departemen Pertanian), dan tugasnya antara lain adalah :
1.
Mengadakan banyak percobaan di
kebun percobaan (Cultuurtuin) di Bogor dengan jenis-jenis tanaman baru.
2.
Membagi bibit-bibit tanaman
jenis unggul.
3.
Memberantas hama penyakit tanama-tanaman.
4.
Memberikan advise-advise
tentang pengairan.
5.
Menyelidiki air sungai serta
bahan-bahan yang terkandung didalamnya.
6.
Menyelidiki bercocok tanam padi
dan tanaman-tanaman lainnya.
7.
Menyalurkan hasil
penyelidikan-penyelidikan tersebut kepada petani, yaitu dengan memberikan
penyuluhan.
Akan tetapi penyuluhan itu tidak dapat langsung diberikan kepada
petani, kepada Pangreh-Praja dan Pangreh-Praja meneruskan kepada petani, sering
berupa perintah-perintah.
Pada tahun 1908 ditetapkan lima
orang penasehat pertanian (Landbouwadviseur), yang tugasnya hanya memberi
nasehat-nasehat tentang pertanian kepada Pangreh-Praja. Pada waktu yang sama diperbantukan beberapa
tenaga lulusan Landbouwschool (Sekolah Pertanian), yang didirikan di Bogor pada tahun 1903,
sebagai pembantu penasehat pertanian (Assistant Landbouwad-viseurs).
PERIODE 1910 – 1921
Penasehat-penasehat di atas merupakan petugas-petugas yang mulai
melaksanakan pekerjaan pertama dari L. V. D. pada tahun 1910. Dengan terbentuknya L. V. D. itu mulailah
periode baru dalam sejarah campur tangan pemerintah dalam pertanian
rakyat. Pembantu-pembantu penasehat
pertanian, lulusan dari Sekolah Pertanian di Bogor itu ditugaskan untuk
mempererat hubungan L. V. D. dengan rakyat tani. Nama Landbouwadviseur dirubah menjadi
Landbouwconsulent dan Ass.
Landbouwadviseur menjadi Adjunct Landbouwconsulent. Meskipun telah ada L.V.D. namun penyuluhan
pertanian masih tetap menjadi wewenang
Pangreh-Praja dan masih banyak bersifat perintah keras maupun halus. Akan tetapi bentuknya L.V.D. itu telah dapat
dianggap sebagai suatu hasil perjuangan para juru penyuluh untuk dapat
memberikan penyuluhan sendiri langsung kepada petani. L.V.D. selalu berusaha menghilangkan sifat
perintah yang masih melekat pada penyuluhan kepada kaum tani waktu itu, dan
utnuk membesarkan penyuluhan itu atas kesukarelaan. Usaha inilah yang meimbulkan banyak
pertimbangan antara petugas-petugas Pangreh-Praja. Mencurigai petugas-petugas L.V.D. (terutama
petugas-petugas bangsa Indonesia )
sebagai orang-orang “Komunis”
yang melawan pemerintahan penjajahan.
Sayang, bahwa pada waktu itu mereka belum banyak mengenal keadaan
daerah kerja mereka secara kesekuruhan.
Harus diakui, bahwa dalam hal itu petugas-petugas Pangreh-Praja
mempunyai kelebihan diatas petugas-petugas L.V.D. Tetapi lambat laun petugas-petugas L.V.D.
menjadi insaf, bahwa pengetahuan mereka yang mendalam tentang cara-cara rakyat
bertani, tentang penguraian perusahaan pertanian (Bedrijfsontleding) dan
tentang keadaan social petani merupakan dasar-dasar mutlak bagi penyuluhan pertanian.
Pekerjaan penyuluhan L.V.D. itu berdasarkan atas hasil penyelidikan-penyelidikan oleh
Algemeeen proefstation Voor Landbouw (A.P.L. = Balai Penyelidikan Pertanian) di
Bogor, yang meliputi banyak sekali hal-hal dalam bidang pertanian. Meskipun dalam periode ini L.V.D. tetap
terikat oleh Pangreg-Praja, namun sedikit demi sedikit dengan penyuluhan yang
diberikan secara langsung kepada petani ia dapat menunjukkan hasil-hasil baik,
yang terpenting antara lain :
1.
Penyiaran biji atau bibit
berbagai jenis tanaman umur pendek hasil seleksi yang seksama .
2.
Pemupukan dengan pupuk buatan
dan pupuk alam, (pupuk kandang dan pupuk hijau).
3.
Pemberantasan hama dan penyakit.
Hasil-hasil penyuluhan yang kongkrit itu akhirnya memaksa pemerintah
untuk melepaskan diri dari Pangreh-Praja pada tahun 1921 dan dijadikan Dinas
Daerah Profensi. Sejak itu maka
disamping tetap bertindak sebagai penasehat Pangreh-Praja, petugas-petugas
L.V.D. berdiri sendiri dan teknis bertanggungjawab kepada Dep Van Lanbouw.
PERIODE 1921 – 1942
Dengan diberikannya kedudukan tersendiri sejajar dengan
jawatan-jawatan lain, maka L.V.D. memperoleh kemajuan yang cukup pesat, dengan
ukuran jaman itu. Tujuan untuk
membersihkan penyuluhan pertanian dari sifat paksaan atau perintah tercapai
meskipun sangat lambat dan hingga runtuhnya pemerintahan Belanda tahun 1942
belum menyeluruh. Petugas-petugas
Pangreh-Praja yang jujur mulai mengakui bahwa L.V.D. menunjukan hasil-hasil
yang tidak mengecewakan.
Jumlah pegawai sedikit demi sedikit
bertambah. Cultuur-school (S.P.M.) yang
ada pada tahun 1911 didirikan di Sukabumi dan kemudian disusul oleh sebuah lagi
di Malang yang mendidik petugas-petugas khususnya untuk onderneming-onderneming
milik asing, juga memberikan sekedar penambahan pegawai tehnik.
Pemusatan seleksi tanaman di Bogor mulai dirasakan
tidak tepat, karena keadaan iklim dan tanah dan cara menghasilkan biji atau
bijian berlainan dengan daerah.
Berhubung dengan itu maka sejak tahun 1936 di daerah-daerah didirikan
Balai-Balai Benih, yang bertugas memperbanyak bibit hasil penyeleksian di Balai
Penyelidikan Pertanian Bogor .
Tujuan untuk memodernisieer usaha tani
berdasarkan pengalaman-pengalaman L.V.D. dilain daerah dan hasil
penyelidikan-penyelidikan secara ilmiah mau tidak mau berconsequente penambahan biaya. Guna keperluan itu L.V.D. selalu menolong
petani dengan mengusahakan kredit uang yang mudah dan murah. Berhubung dengan itu hampir semua Kepala Pertanian
Kabupaten duduk dalam Commissie Algemene Volks Creditbank (A.V.B. = Bank
Rakyat) sebagai secretaries.
Perbaikan pekarangan pun tidak dilupakan
dalam usaha L.V.D. Perbaikan
pohon-pohon, buah-buahan, dan sayur-sayuran termasuk antara lain dalam bidang
itu. Tanam-tanaman perdagangan berumur
panjang seperti kopi, karet,kelapa dll, juga mendapat perhatian.
Cara pertanian berpindah-pindah di luar Jawa
diusahakan menjadi pertanian menetap.
Disamping tugas-tugas penyuluhan masih ada
lain-lain tugas seperti :
1.
Memberi advis-advis dibidang
pengairan, untuk mana Landbouwconsulent duduk sebagai anggota dalam Komisi
Pengairan Keresidenan.
2.
Memberi advies-advies dalam pemberian tanah
kepada perusahaan-perusahaan pertanian.
3.
Menyelidiki keadaan ekonomi
rakyat.
4.
Membuat laporan tentang keadaan
tanaman termasuk mengumpulkan angka-angka statistik.
Diatas telah diterangkan, bahwa sejak 1921 kemajuan
penyuluhan pesat, dengan ukuran untuk waktu itu dan dengan ukuran pemerintah
jajahan. Tetapi jika diukur dengan
cita-cita rakyat Indonesia
untuk membentuk masyarakat adil dan makmur, maka yang dicapai L.V.D. itu sangat
sedikit. Memang sukar sekali untuk mencapai hasil lebih banyak dan lebih
cepat dari pada itu, sebab :
1.
Jumlah pegawai sangat
terbatas. Sebagai contoh, antara tahun
1937 dan 1942 di Kabupaten Demak hanya ada 4 orang Mantri Pertanian yang harus
melayani kurang lebih 500.000 jiwa penduduk.
2.
Anggaran keuangan sangat
terbatas.
3.
Rintangan-rintangan yang sering
sekali tidak secara terang-terangan dari pihak pemerintahan jajahan
sendiri. Pemerintah itu menyatakan
kepada seluruh dunia, bahwa negara Indonesia Belanda mempunyai “mission sacre”
atau “tugas suci” untuk
memajukannya. Akan tetapi kalau itu
benar, maka tentu dengan tujuan untuk memperkaya “moederlan” (Induk Negeri = Negeri Belanda) sendiri,
tentang hal itu rasanya tidak diperlukan komentar disini.
4.
Sangat mungkin tiada seorang
petugasL.V.D. bangsa Indonesia
pun yang tidak dicurigai oleh pemerintah jajahan. Tokoh-tokoh penyuluhan dari zaman itu tidak
akan kehabisan contoh-contohnya. Mereka
pun dapat menceritakan pengalaman sendiri didalam membela kepentingan rakyat
tani dibidang pengairan didaerah-daerah tanaman tebu pabrik. Mereka dapat menceritakan pengalaman mereka
didalam membela rakyat tani dalam bidang persewaan tanah-tanah untuk keperluan
pabrik-pabrik gula. Merekapun dapat
mendongeng tentang diselundupkannya resersir-resersir didalam
pertemuan-pertemuan dengan kelompok petani-petani atau dalam Kring-kring tani.
5.
“Olievleksysteem” dan penyuluhan individual tentu saja tidak
dapat dianggap jelek begitu saja.
Terutama bagi daerah, dimana Kepala Pertanian Kabupaten belum mendapat
kepercayaan dari rakyat tani, systeem tersebut sangat bermanfaat. Akan tetapi kemajuan yang dicapai dengan
systeem itu sangat lambat.
Sedemikian lambatnya dan sedikitnya hasil penyuluhan
pertanian pada waktu itu, sehingga pemerintah jajahan hanya mewariskan suatu
rakyat tani Indonesia yang kemiskinannya tiada taranya dipermukaan bumi ini.
Walaupun sangat lambat kemajuannya, namun tentang pendidikan
pertanian yang merupakan soal prinsipiil yang sangat penting tidak boleh
dilupakan dalam catatan ini.
Dalam tahun 1910 dimulailah pendidikan pertanian
disekolah-sekolah rendah. Pada tahun
1918 terdapat 21 sekolah pertanian.
Pendidikan ini tidak memperoleh cukup penghargaan dari masyarakat. Hal itu memang sesuai dengan kenyataan di
zaman itu bahwa kaum tani dianggap sebagai lapisan masyarakat yang terendah dan
tidak terhormat. Lulusan-lulusan dari
sekolah-sekolah pertanian tersebut tidak mampu berdiri sendiri sebagai orang
tani, yang memenuhi harapan karena pelajaran-pelajaran yang diberikan sangat
kurang ditujukan kepada praktek.
Antara 1920 dan 1927, sekolah-sekolah pertanian tersebut
diatas dijadikan S.U.T. (Sekolah Usaha Tani = Landbouwbedrijfschool). Murid-murid belajar bekerja praktis dalam
perusahaan tani kecil. Yang diterima
menjadi murid, anak-anak orang tani yang diharapkan kemudian akan menggantikan
ayahnya. S.U.T. ini tidak gagal sama sekali, akan tetapi
sebagian tersebar murid-murid, setelah lulus mencari pekerjaan pada L.V.D. Hal ini sangat logis, karena pada waktu itu
orang merasa terhormat kalau menjadi pegawai negeri, sungguhpun dengan gajinya
yang hanya f 12,50 hidupnya toh merana.
Kursus Tani Desa (K.T.D.) dimulai pada tahun 1927 dan
dibeberapa daerah (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dll) menunjukkan
perkembangan yang sangat memuaskan.
Dimanapun pelajaran bersifat praktis tentang bercocok tanam,
pemupukan, pemilihan, dan penyiraman bibit, pengairan, perikanan dan
lain-lain. Yang memberi pelajaran adalah
guru-guru sekolah dasar yang telah mendapatkan pendidikan khusus selama 1a 2
tahun pada kursus guru. Pada tahun 1938
di pulau Jawa ada 206 K.T.D. dan diluar Jawa 16 buah dengan jumlah murid
sebanyak kurang lebih 6000 orang.
Dalam tahun 1931 diakan
pelajaran pertanian pada 7 buah Sekolah normal.
(Tempat pendidikan guru), maksudnya supaya guru-guru yang lulus dari
sekolah normal itu kelak dapat memberi pelajaran pertanian kepad murid-murid
dikelas tambahan pada Sekolah kelas II.
Kelas tambahan itu disebut 6e, Lanbouwklas (klas pertanian klas
VI). Maksudnya hanya sekedar menanam
rasa cinta terhadap pertanian pada diri anak-anak. Dalam tahun 1939 terdapat 139 buah
Landbouwklas serupa itu.
Sangat disayangkan, bahwa
terutama K.T.D. dan S.U.T. sejak jaman
pendudukan Jepang hingga kini kurang mendapat perhatian. Bahkan dibeberapa daerah sama sekali
dilupakan dengan alas an bahwa bibit untuk menjadi murid telah habis. Almarhum bapak Soeyud (Jawa barat), Bapak
Karsono (Jawa Timur) dan Bapak Soewarjo (Jawa Tengah) menyatakan bahwa paidah
K.T.D. dan S.U.T. sangat besar. Tentang
sangat pentingnya pendidikan pertanian itu juga dinyatakan oleh almarhum Bapak
Sutan Sanif.
PERIODE 1942 – 1945
Secara singkat dinyatakan
bahwa waktu pendudukan bala tentara Jepang itu penyuluhan sebenarnya tidak ada
sama sekali. Yang ada hanyalah : Paksaan terhadap kaum Tani dengan ancaman
Bayonet dan pedang samurai dari pihak “Saudara tua”. Hasil sedikit yang hanya dengan susah payah
dapat dicapai oleh petugas L.V.D. Bangsa
Indonesia sejak 1910, lenyap dalam waktu singkat itu.
KESIMPULAN
1.
Penyuluhan pertama kali
dilakukan pada abad 19 oleh Universitas Oxford dan Cambridge sekitar tahun 1850.
2.
Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian
di Jaman Purbakala, kegiatan penyuluhan pertanian di mulai di Lembah
Mesopotamia sekitar 1800 tahun.
3.
Kelahiran penyuluhan pertanian
modern baru dimulai di Irlandia pada tahun 1847, yaitu sejak terjadinya krisis
penyakit tanaman kentang yang terjadi pada 1845 – 1851.
4.
Penyuluhan pertanian di
Indonesia pertama kali oleh banyak kalangan lahir bersamaan dibangunnya Kebun
Raya Bogor pada tahun 1817 dan di barengi adanya system kerja tanam paksa
(Culuurrestel).
5.
Kegiatan penyuluhan pertanian
di masa depan akan banyak didukung oleh kemajuan teknologi Indonesia yang harus
bersifat “partisipatif” yang diawali
dengan menganalisis keadaan dan kebutuhan masyarakat.
6.
Kegiatan penyuluhan banyak
didukung oleh kemajuan teknologi informasi, oleh karena itu dimasa depan,kekuatan dan perubahan penyuluhan dapat diidukung oleh
Iklim ekonomi dan politik, konteks social dawilayah pedesaan, system
pengetahuan, dan teknologi informasi.
7.
Sejarah penyuluhan pertanian di
Indonesia
sebelum 1945 semasa penjajahan belanda dinamakan Landbouwvoorlichtingsdienst
(L.V.D.)
8.
Penyuluhan pertanian baru ada
setelah permulaan masa Belanda ke II, yaitu pada saat berkobarnya perang
Diponegoro.
9.
Sebenarnya pada waktu
pendudukan Balatentar Jepang penyuluhan itu tidak ada sama sekali, yang ada
hanyalah paksaan terhadap kaum tani dengan ancaman Bayonet dan pedang samurai
dari fihak “Saudara Tua”.
DAFTAR PUSTAKA
R. Soeyitno.
1986. petunjuk Penyuluhan
Pertanian. Penerbit soerangan. Jakarta.
Totok Mardikanto. 1992.
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.
University Press. Surakarta.
Totok Mardikanto. 2003.
redivinisi dan revitalisasimPenyuluhan pertanian. PUSPA.
Primatheresia Pressindo. Solo.
Saya akan sangat merekomendasikan layanan pendanaan meridian Le_ kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan keuangan dan mereka akan membuat Anda tetap di atas direktori tinggi untuk kebutuhan lebih lanjut. Sekali lagi saya memuji diri sendiri dan staf Anda untuk layanan luar biasa dan layanan pelanggan, karena ini merupakan aset besar bagi perusahaan Anda dan pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan seperti saya. Semoga Anda mendapatkan yang terbaik untuk masa depan. Layanan pendanaan meridian adalah cara terbaik untuk mendapatkan pinjaman yang mudah, di sini ada email .. lfdsloans@lemeridianfds.com Atau bicaralah dengan Bpk. Benjamin Di WhatsApp Via_. 1-989-394-3740
ReplyDeleteTerima kasih telah membantu saya dengan pinjaman sekali lagi dalam hati yang tulus, saya selamanya berterima kasih.