PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
5.1. Kriteria Prakiraan Dampak Penting
Kriteria prakiraan dampak penting yang diterapkan dalam
ANDAL ini meliputi :
5.1.1.
Sifat Dampak
Sifat dampak dibedakan atas dampak positif dan dampak
negatif. Dampak positif adalah jenis dampak yang menguntungkan dipandang dari
segi lingkungan, sedangkan dampak negatif merupakan jenis dampak yang merugikan
lingkungan.
Selanjutnya, dampak tersebut dapat berupa dampak langsung
dan dampak tidak langsung. Dampak langsung yaitu dampak kegiatan yang secara
langsung mengenai komponen lingkungan atau disebut sebagai dampak primer.
Sementara dampak tidak langsung merupakan dampak turunan yang timbul akibat
berubahnya komponen lingkungan oleh kegiatan. Dampak tidak langsung ini bisa
berupa dampak sekunder, tersier, dan kuartir, dan seterusnya.
5.1.2
Besaran Dampak
Besaran dampak ditetapkan menjadi tiga kategori, yaitu
dampak dengan skala besar, sedang, dan kecil. Penilaian besaran dampak ini
didasarkan kepada besarnya kemungkinan perubahan kualitas lingkungan akibat
adanya kegiatan (with or without project),
atau besarnya perubahan kualitas lingkungan sebelum dan setelah adanya kegiatan
(before and after).
Besaran dampak ini dapat ditetap baik secara kuantitatif
maupun kualitatif sesuai dengan karakteristik komponen lingkungan yang
diprakirakan akan terkena dampak kegiatan.
5.1.3
Tingkat Kepentingan Dampak
Penilaian tingkat kepentingan dampak ini mengacu kepada
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999, yakni berdasarkan pertimbangan ukuran
dampak penting :
1. Jumlah manusia yang terkena dampak
2. Luas
wilayah persebaran dampak
3. Intensitas dampak dan lamanya dampak berlangsung
4. Banyaknya komponen lainnya yang akan terkena dampak
5. Sifat
kumulatif dampak
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Melalui proses prakiraan dampak penting ini, diharapkan
dapat memberikan materi dalam evaluasi dampak penting, untuk selanjutnya
dirumuskan berbagai upaya dalam meminimalisasi dampak penting yang bersifat
negatif dan memaksimalkan dampak penting yang bersifat positif melalui upaya
pengelolaan lingkungan.
5.2. Uraian Prakiraan Dampak Penting
Prakiraan dampak penting dari kegiatan perkebunan dan pabrik kelapa sawit PT. Subur Agro Sejahtera Mandiri (PT. SASM) terhadap komponen lingkungan akan diuraikan menurut
urutan tahapan kegiatan berikut ini.
5.2.1. Tahap Pra-Konstruksi
a.
Dampak Kegiatan Sosialisasi Terhadap Sosial Budaya
Kegiatan sosialisasi yang dilakukan dapat
memberikan gambaran yang jelas tentang rencana kegiatan yang akan dilaksanakan
oleh perusahaan, sehingga akan berkembang pemahaman dan persepsi positif
masyarakat terhadap perusahaan. Melalui kegiatan sosialisasi ini masyarakat
yang diperkirakan terkena dampak oleh kegiatan perkebunan dan pabrik kelapa
sawit ini dapat memberikan masukan-masukan kepada perusahaan sehubungan dengan
keterlibatan mereka dalam kegiatan proyek ini. Selain itu kegiatan sosialisasi
tentang rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit PT. SASM dilakukan dengan tujuan agar masyarakat dan
Muspika dapat mengetahui dan memahami kegiatan yang akan dilaksanakan PT. SASM tersebut. Dalam
kegiatan ini dilakukan sosialisasi terhadap perkebunan dan pabrik kelapa sawit
dengan menggunakan lahan yang berada di Kecamatan Daha Utara, Daha Selatan dan Daha Barat. Kegiatan sosialisasi terhadap kegiatan
pembangunan perkebunan dan pabrik kelapa sawit ini, telah dilakukan baik
melalui media masa maupun terhadap masyarakat, pengumuman melalui media masa
dilakukan pada tanggal 9 Februari 2013 melalui harian Barito Post, sedangkan konsultasi publik dan sosialisasi kepada masyarakat sekitar dilakukan pada tanggal 15 Februari 2013 dilakukan di Kecamatan Daha Selatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan
informan, kegiatan sosialisasi harus terus dilakukan sepanjang waktu kegiatan
dan menyeluruh agar selalu tercipta hubungan dan kesepahaman yang sama antara
perusahaan dan masyarakat, khususnya pada awal adalah masalah status lahan,
karena saat ini lahan calon areal kebun sudah dikavling ”kepemilikannya oleh masyarakat”.
Sebagian besar masyarakat sudah tahu tentang rencana berdirinya perusahaan
kelapa sawit yang disambut secara positif oleh masyarakat akan tetapi mereka
tetap mengharapkan kembali ada sosialisasi secara menyeluruh dengan melibatkan
banyak masyarakat. Jumlah mereka yang
terkena dampak meliputi wilayah proyek terutama di Desa Paramaian, Pandak Daun, Baruh Jaya, Samuda, Bajayau Tengah, Bajayau
Baru, Siang Gantung (Kabupaten Hulu Sungai Selatan) dan Desa Paminggir dan Desa
Ambahai (Kabupaten Hulu Sungai Utara). Intensitas dampak yang
ditimbulkannya dapat menghilangkan kontroversi dan kesalahpahaman yang mungkin
muncul diantara masyarakat, pemerintah daerah, dan pelaksana proyek. Komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak adalah keamanan dan ketertiban.
Sifat dampak kumulatif dan berbalik. Berdasarkan keadaan ini maka dampak
kegiatan sosialisasi terhadap sikap dan
persepsi masyarakat dikatagorikan positif
penting (+P).
b. Dampak Kegiatan Pengadaan Lahan
(i) Dampak Terhadap Ruang dan Lahan
Sesuai
dengan Surat Ijin lokasi yang telah diperoleh PT. SASM berdasarkan Surat Keputusan
Bupati Hulu Sungai Selatan Nomor 22
Tahun 2013 tertanggal 29 Januari 2013 tentang Pemberian Ijin
Lokasi untuk Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Atas nama PT. SASM, seluas 13.000 Ha. Areal
lahan tersebut terletak di Kecamatan Daha
Utara, Kecamatan Daha Selatan dan Kecamatan Daha Barat, Kabupaten Hulu Sungai
Selatan. Maka seluas 13.000 Ha yang harus dibebaskan
oleh PT. Subur Agro Sejahtera Mandiri.
Menurut RTRWP Kalimantan Selatan lokasi Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit
PT. Subur Agro Sejahtera Mandiri
termasuk Kawasan Budidaya Tanaman Perkebunan dan Kawasan Budidaya
Pertanian Lahan Basah dan Berdasarkan Peta Penunjukkan Kawasan Hutan Kalimantan
Selatan, lokasi kegiatan termasuk dalam Hutan Produksi Konversi dan Areal
Penggunaan Lain. Berdasarkan kondisi
rona lingkungan awal tata ruang dan lahan serta
kajian perubahan yang dapat terjadi akibat kegiatan pembebasan lahan berpotensi
menimbulkan konflik hak milik dan hak guna
lahan. Kondisi di atas menandakan bahwa jenis
dampak ini bersifat negatif, karena yang berkaitan dengan tata ruang
adalah hal yang mendasar dalam penyusunan dokumen AMDAL. Menurut UU No 41/1999 pasal 51 ayat 3 setiap orang
dilarang melakukan eksplorasi di dalam kawasan hutan, dan berdasarkan
luasan lahan yang menjadi potensi konflik, dapat ditentukan bahwa sifat dampak
kegiatan ini termasuk kategori penting (-P) terhadap ruang dan
lahan.
(ii) Dampak Terhadap Sosial Ekonomi
Bentuk pekerjaan pada tahap pra konstruksi yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan terhadap pendapatan masyarakat adalah adanya
kegiatan pembebasan lahan terhadap lahan “milik” penduduk yang mungkin terkena
lokasi/kegiatan perkebunan kelapa sawit walaupun berada dalam areal hutan
produksi konversi.
Dalam
kegiatan perkebunan kelapa sawit PT. SASM ini terdapat lahan milik masyarakat
dan kawasan areal penggunaan lain (APL) serta kawasan hutan produksi konversi. Pembebasan lahan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dengan pemberian tali asih, terutama terhadap lahan-lahan yang tumpang
tindih dengan milik masyarakat, dengan bukti fisik yang jelas baik bagi
masyarakat maupun perusahaan.
Pembebasan
lahan yang dikuasai masyarakat dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku, diantaranya mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN
Nomor 1 tahun 1994. Sedangkan penentuan harga satuan kompensasi lahan antara
lain dapat menggunakan “Standar Unit Cost Budidaya Tanaman Perkebunan”
yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian. Sebelum dilakukan ganti rugi
(kompensasi) terlebih dahulu dilakukan inventarisasi, yang meliputi :
Ø Inventarisasi lahan yang akan dibebaskan serta
identifikasi status kepemilikannya yang termasuk dalam wilayah tapak
proyek, dilakukan langsung oleh instansi
yang terkait yang berkoordinasi dengan Camat, Kepala Desa dan perangkatnya
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ø Penentuan harga satuan ganti rugi dilakukan melalui
musyawarah antara pemilik lahan dengan pemrakarsa yang disaksikan oleh Panitia
Ganti Rugi Pemerintah Daerah dan Kabupaten setempat serta pemerintah kecamatan
dan desa.
Setelah musyawarah harga selesai, kemudian dibuatkan
Berita Acara pembayaran ganti rugi (kompensasi).Pembayaran dilakukan langsung
kepada pemilik lahan, bangunan dan tanaman yang yang termasuk dalam lokasi
proyek. Setelah proses ganti rugi selesai, maka kegiatan
penataan batas akhir dapat dilakukan. Pembebasan lahan ini telah dilakukan oleh
perusahaan PT. SASM terhadap
masyarakat yang mempunyai lahan pada tapak proyek.
Dengan
adanya pembayaran tali asih yang memadai atau sesuai dengan kesepakatan bersama,
maka akan dapat memberikan pendapatan yang layak bagi masyarakat yang lahannya
terkena proyek. Jika tali asih yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat
sesuai dengan kesepakatan bersama, meskipun jumlah manusia yang terkena dampak
sedikit namun sifat kumulatif cukup positif dan dampak dapat berbalik positif
terhadap perusahaan. Dengan
demikian dampak pembebasan lahan ini terhadap pendapatan masyarakat adalah positif penting (+P).
(iii) Dampak Terhadap Sosial Budaya
Pada tahap pra konstruksi ini dampak yang paling dominan
adalah pada persepsi masyarakat terhadap proyek.Dampak pada persepsi masyarakat
ini pada prinsipnya merupakan dampak yang timbul secara langsung maupun tidak
langsung. Dampak langsung terutama berhubungan
dengan kegiatan pembebasan lahan dengan segala konsekuensinya yang menyertai.
Dampak tidak langsung adalah akumulasi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh
kegiatan-kegiatan perkebunan selanjutnya.
Pengadaan lahan diperkirakan berdampak terhadap persepsi
masyarakat, terutama yang lahan usahanya terkena tapak proyek perkebunan kelapa
sawit PT.SASM. Dampak yang mungkin
timbul berupa kekhawatiran tidak jelasnya proses perjanjian kepemilikan lahan
dan tidak diakuinya keberadaan mereka sebagai pemilik lahan yang hanya
dibuktikan dengan selembar surat dari kepala desa. Kemungkinan besar akan
muncul dua kelompok masyarakat yang bersedia menjalin pola kemitraan dan
kelompok masyarakat yang hanya mau menjual lahannya. Dengan pola kemitraan
dimana masyarakat yang menyatakan ikut serta dapat menyediakan lahan untuk
kegiatan perkebunan kelapa sawit, sedangkan pihak perusahaan akan menyediakan
sarana produksi dan biaya pemeliharaan yang diperhitungkan sebagai kredit bagi
masyarakat yang bersangkutan sehingga kekhawatiran
tersebut diharapkan dapat diatasi. Hasil
panen yang diperoleh dilakukan dengan sistem pembagian antara pemilik lahan dan
perusahaan.
Jumlah mereka yang terkena dampak akibat pengadaan
lahan ini cukup banyak meliputi
masyarakat Desa Paramaian, Pandak Daun, Baruh Jaya, Samuda, Bajayau Tengah,
Hakurung, Bajayau,Baru, Siang Gantung, Ambahai dan Paminggir. Intensitas dampak yang ditimbulkannya dapat
menimbulkan kontroversi di masyarakat, pemerintah daerah, atau pelaksana
proyek, terutama berkaitan dengan belum dipahaminya masalah bagi hasil yang
diterima oleh masyarakat sebagai peserta kemitraan dan kontroversi pada
masyarakat yang hanya mau menjual lahannya dengan bukti selembar surat dari
kepala desa dengan standar harga yang jelas.
Memperhatikan intensitas dan lamanya dampak berlangsung,
sifat kumulatif dampak dan berbaliknya dampak yang mungkin timbul dengan
memperhatikan deskripsi kegiatan yang akan dilakukan oleh PT. SASM, maka dalam hal ini dampak
yang akan timbul berupa dampak negatif
penting (-P) maupun dampak positif
penting (+P). Artinya akan muncul dipermukaan adanya persepsi negatif dan
persepsi positif terhadap kegiatan pembebasan lahan.
c. Dampak Kegiatan Penerimaan Tenaga Kerja
(i) Dampak Terhadap Kependudukan
Pada dasarnya tenaga kerja yang dilibatkan dalam proyek perkebunan
kelapa sawit PT. Subur Agro Sejahtera Mandiri ini dapat dipilah menjadi dua
yaitu (a) tenaga kerja untuk pekerjaan-pekerjaan tahap konstruksi dan (b)
tenaga kerja untuk operasional perkebunan kelapa sawit. Pekerjaan tahap
konstruksi dilakukan oleh kontraktor yang ditunjuk oleh perusahaan, dengan
demikian umumnya tenaga kerja untuk pekerjaan konstruksi direkrut oleh
kontraktor. Tenaga kerja untuk operasional perkebunan kelapa sawit terbagi menjadi
dua kategori yaitu : Tenaga kerja non-staf/karyawan, yang dibedakan menjadi
karyawan tetap (SKU) dan karyawan tidak tetap (BHL)/buruh harian lepas dan
tenaga kerja staff/manajemen kebun, meliputi manager, asisten kepala (askep),
asisten divisi, kasie/KTU. Untuk tenaga administrasi dan tenaga kerja lapangan
sebagian besar direkrut dari penduduk lokal dan masyarakat transmigrasi di
sekitar kebun serta masyarakat Kalimantan Selatan lainnya sesuai dengan
kualifikasi yang dibutuhkan.
Masuknya tenaga kerja yang berasal dari luar wilayah diprakirakan akan
berdampak terhadap peningkatan jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan struktur
penduduk. Dengan masuknya penduduk dari
luar wilayah studi yang bertujuan untuk bekerja maka akan terjadi peningkatan
jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Selain itu terjadi peningkatan jumlah
penduduk usia produktif akan berpengaruh terhadap struktur penduduk dan angka
beban ketergantungan (dependency ratio). Dalam tahap konstruksi,
kebutuhan tenaga kerja yang diserap dilakukan sesuai dengan standar, yaitu
untuk kegiatan pembibitan 4 HK/ha, pemeliharaan diperlukan 0,12 HK/ha, dan
panen 0,08 HK/ha, sehingga untuk kegiatan penanaman kelapa sawit dan cover
crop dan kegiatan pemeliharaan TBM
masing-masing diperlukan tenaga kerja 0,12 HK x 13.000 ha = 1.560 orang, untuk kegiatan pemeliharaan TM diperlukan tenaga
kerja 0,10 HK x 13.000 ha = 1.300 orang, dan untuk
kegiatan pemanenan diperlukan tenaga kerja sebanyak 0,08 HK x 10.000 ha = 1.040 orang.
Berdasarkan rona awal, dimana jumlah penduduk di wilayah studi jumlah
penduduk sebesar 17.156 jiwa dengan
kepadatan 64,46 atau 65 jiwa/km2,
, maka masuknya pekerja pendatang ini sampai akhir masa rekruitmen serta dengan
tingkat pertumbuhan penduduk alamiah dianggap tidak akan banyak merubah
variabel kependudukan seperti kepadatan, beban ketergantungan, maupun
pertumbuhan secara signifikan. Luas persebaran dampak diprakirakan meliputi Desa
Paramaian, Pandak Daun, Baruh Jaya, Samuda, Hakurung, Bajayau Tengah, Bajayau, Baru,
dan Siang Gantung.
Dampak yang terjadi akan berlangsung selama tahap konstruksi hingga
operasional berlangsung. Intensitas
dampak yang ditimbulkannya kecil dan tidak banyak berpengaruh terhadap variabel
kependudukan. Komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak antara lain
sosial ekonomi, sosial budaya dan
persepsi masyarakat. Sifat dampak kumulatif dan berbalik. Berdasarkan keadaan ini maka dampak
rekruitmen dan pengerahan sumberdaya manusia terhadap komponen demografi
dinilai negatif tidak penting (-TP).
(ii) Dampak Terhadap Sosial Ekonomi
Kegiatan rekruitmen dan pengerahan sumberdaya manusia dapat menimbulkan
dampak terhadap kesempatan kerja maupun kesempatan berusaha bagi penduduk di
sekitar lokasi proyek. Tenaga kerja kebun ini sangat memungkinkan direkrut dari
masyarakat sekitar, yakni Desa Paramaian, Pandak Daun,
Baruh Jaya, Samuda, Bajayau Tengah, Hakurung, Bajayau Baru,
dan Siang Gantung. Berdasarkan rona awal
diketahui bahwa adanya kesempatan kerja di perkebunan sawit ini dapat menambah
penghasilan keluarga mereka. Selain itu
harapan utama dari masyarakat adalah terserapnya mereka sebagai tenaga kerja di
perkebunan sawit ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, diketahui
bahwa mereka yang bekerja sebagai petani, hasil yang diperoleh hanya cukup
memadai untuk kebutuhan hidup mereka selama ini, terutama untuk keperluan pangan.
Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa tingkat pendapatan penduduk di wilayah studi,
rata-rata per-KK sekitar Rp 1.455.850,- per bulan. Dengan rata-rata jumlah anggota keluarga
sebanyak 4,1 maka pendapatan perkapita rata-rata sebesar Rp
4.998.752 perkapita/tahun. Sumber pendapatan
terbesar berasal dari usahatani dan
berdagang dengan persentase masing-masing 43,50 % dan 18,20 %. Sumber pendapatan dari usahatani umumnya
berasal usahatani padi dan juga ada dari usaha tani karet. Sehingga mereka berharap akan dapat lebih
meningkatkan pendapatan mereka lebih besar lagi dengan bekerja di perkebunan
kelapa sawit. Jumlah mereka yang terkena dampak akibat penerimaan tenaga kerja
adalah seluruh penduduk yang berada dalam lokasi proyek, terutama di Desa
Paramaian, Pandak Daun, Baruh Jaya, Samuda, Hakurung, Bajayau Tengah, Bajayau,
Baru, dan Siang Gantung. Dampak yang terjadi akan berlangsung relatif lama
selama masa perkebunan kelapa sawit berlangsung. Intensitas dampak yang ditimbulkannya cukup
banyak berpengaruh terhadap kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan
pendapatan dan perekonomian masyarakat.
Komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak antara lain sosial
budaya, dan persepsi masyarakat. Sifat
dampak kumulatif dan berbalik.
Berdasarkan keadaan ini maka dampak kegiatan rekruitmen dan pengerahan
sumberdaya manusia terhadap komponen sosial ekonomi dinilai positif penting (+P).
(iii) Dampak Terhadap Sosial Budaya
Berikut uraian dampak kegiatan penerimaan tenaga kerja
terhadap aspek atau parameter-parameter sosial budaya.
·
Nilai-nilai Budaya
Masuknya tenaga kerja dari luar ke dalam wilayah studi merupakan salah
satu faktor pendorong yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan nilai-nilai
dan norma budaya masyarakat setempat. Akan tetapi keberadaan desa-desa di
wilayah studi merupakan desa yang dekat dengan akses kota dan juga desa yang
memiliki sistem religi dan upacara keagamaan sebagai salah satu unsur universal kebudayaan. Dengan
kondisi masyarakat yang demikian, maka nilai dan norma budaya yang berlaku
umumnya bersumber dari ajaran Islam. Maka walaupun akan terjadi peningkatan
interaksi sosial sehubungan dengan adanya pendatang yang bekerja sebagai
buruh maupun tenaga ahli tidak akan
merubah pola dan struktur pranata sosial yang telah ada. Berdasarkan
rona awal, kondisi sosial budaya masyarakatnya sudah agak heterogen terdiri
dari suku Banjar dan Jawa dan inteaksi sosial sudah terbangun dengan baik.
Jumlah mereka yang terkena dampak akibat rekruitmen dan pengerahan
sumberdaya manusia ini adalah penduduk di Desa
Paramaian, Pandak Daun, Baruh Jaya, Samuda, Bajayau Tengah, Hakurung, Bajayau, Baru,
dan Siang Gantung. Dampak yang terjadi akan berlangsung selama kegiatan pengerahan
sumberdaya manusia dan tenaga kerja berlangsung hingga selesainya proyek. Intensitas dampak yang ditimbulkannya tidak
berpengaruh besar terhadap perubahan nilai dan norma budaya yang dianut
masyarakat. Komponen lingkungan lainnya
yang terkena dampak antara lain sikap dan persepsi masyarakat serta gangguan
kamtibmas. Sifat dampak kumulatif dan
berbalik. Berdasarkan keadaan ini maka
dampak rekruitmen dan pengerahan sumberdaya manusia terhadap sosial budaya
masyarakat setempat dinilai negatif
tidak penting (-TP).
·
Dampak Terhadap Sikap dan Persepsi Masyarakat
Penerimaan tenaga kerja untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit akan mempengaruhi
sikap penduduk terhadap perusahaan jika tidak memberikan manfaat kepada
penduduk setempat. Berdasarkan aspirasi penduduk yang didapat dari penelitian, terlihat adanya animo
penduduk untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit. Sebanyak 36,67% responden
menganggap bahwa dengan dibangunnya perkebunan kelapa sawit ini berarti mereka
memiliki peluang untuk ikut bekerja sesuai keahlian dan pendidikan mereka, dan sebanyak 3,33 % menganggap kesempatan
kerja yang ada akan dapat memperbaiki ekonomi, pendidikan,kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat sehingga desa dapat berkembang maju (11,11%). Maka
jika harapan mereka terpenuhi akan berkembang sikap dan persepsi positif
terhadap perusahaan, sebaliknya jika harapan ini tidak terwujud maka akan berkembang
sikap dan persepsi negatif terhadap perusahaan.
Jumlah masyarakat yang terkena dampak cukup banyak meliputi masyarakat Desa
Paramaian, Pandak Daun, Baruh Jaya, Samuda, Bajayau Tengah, Hakurung, Bajayau, Baru,
dan Siang Gantung (Kab. HSS) dan Desa Ambahai dan Desa Paminggir (Kab HSU). Dampak yang terjadi
akan berlangsung selama kegiatan rekruitmen tenaga kerja hingga kegiatan
operasional perkebunan berlangsung. Komponen lingkungan lainnya yang terkena
dampak adalah keamanan dan ketertiban. Sifat dampak kumulatif dan
berbalik. Berdasarkan keadaan ini maka
dampak rekruitmen dan pengerahan sumberdaya manusia terhadap sikap dan persepsi
masyarakat dikatagorikan positif penting
(+P).
· Dampak Terhadap Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
Kondisi di atas akan sejalan dengan jenis dampak terhadap parameter
keamanan dan ketertiban masyarakat. Makin tinggi tingkat terpenuhinya harapan
masyarakat yang membuat semakin besarnya persepsi positif masyarakat terhadap
proyek, sikap masyarakat akan semakin baik, maka keamanan dan ketertiban
masyarakat makin kuat. Dan ini tentu saja berarah positif (+).
Analog dengan kriteria penilaian dampak penerimaan tenaga kerja terhadap sikap dan
persepsi masyarakat, dampak positif terhadap
parameter ini juga bernilai penting (+P).
Dari tiga parameter lingkungan sosial budaya di atas, dua di antaranya
memiliki dampak besar berarah positif dengan tingkat kepentingan dampak
penting, maka secara keseluruhan dampak kegiatan penerimaan tenaga kerja
terhadap komponen lingkungan sosial budaya ini adalah positif penting (+P).
(iv) Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat
Dampak penerimaan tenaga kerja terhadap kesehatan masyarakat tergambar
dalam parameter pola penyakit dimungkinkan terhadap potensi dan proses
pemajanan atau insiden penyakit. Mekanisme kemungkinan penularan penyakit tersebut
dari tenaga kerja yang memiliki potensi penyakit melalui kontak atau
berdekatannya seorang tenaga kerja yang sakit dengan tenaga kerja yang sehat.
Penyakit yang dikhawatirkan adalah malaria dan filaria. Jika di dalam
tubuh seorang tenaga kerja terdapat bibit plasmodium
dan cacing micro filaria, kemungkinan
besar di daerah tapak proyek dan sekitarnya akan mengalami serangan malaria dan
filaria. Meski pada awalnya di dalam tubuh nyamuk Anopheles dan Mansonia
tidak ada bibit plasmodium dan micro filaria, namun ia akan mendapatkan
bibit penyakit tersebut dari tenaga
kerja yang sudah tertular penyakit tersebut. Kondisi inilah yang akan menjadi
sumber penularan yang berbahaya bagi tenaga kerja lainnya dan penduduk
sekitarnya. Dengan mekanisme yang sama juga dapat menimbulkan penyakit DBD.
Kemungkinan penularan penyakit lain adalah yang ditularkan melalui media
udara (air borme disease) seperti
influenza dan TBC. Atau melalui kontak langsung seperti penyakit-penyakit
kelamin (sexual transmitted disease).
Meski besaran dampaknya relatif kecil akan tetapi tingkat kepentingan
dampak negatif penting (-P). Penilaian ini didasarkan kepada sebaran yang dapat meluas dan
masyarakat yang terkena dampak yang memiliki risiko tinggi. Selain itu,
komponen lain yang terkait adalah persepsi dan dapat membuat keresahan masyarakat
yang pada gilirannya menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat.
d. Dampak Kegiatan Mobilisasi Peralatan dan Material
Mobilisasi peralatan
dan material dilakukan dengan tongkang dari Banjarmasin melalui Sungai Barito,
kemudian masuk ke kanal Kodeco sampai ke lokasi proyek.
(i) Dampak Terhadap Ruang dan Lahan
Dampak kegiatan mobilisasi terhadap komponen lingkungan
ruang dan lahan ini ditujukan kepada parameter lalulintas angkutan sungai .
Dengan berpatokan kepada ukuran dampak penting seperti terutama
lama dan intesitas dampak yang relatif kecil sebab rentang waktu dan frekuensi
mobilitas yang dilakukan sangat singkat dan rendah maka jenis dampak ini
bernilai negatif tidak penting.
Penilaian tersebut utamanya jika dilihat perbandingan
lalulintas di Sungai Barito secara umum yang memiliki ³ 300 unit kapal/klotok
setiap harinya.
Meskipun komponen lingkungan yang terkena dampak lebih
dari satu seperti sosial budaya (kenyamanan berlalulintas, persepsi masyarakat)
dan kesehatan masyarakat (kemungkinan kecelakaan = angka kesakitan), akan
tetapi dapat tereleminasi oleh sangat rendahnya intensitas dampak. Oleh karena
itu, jenis dampak ini dinilai negatif kecil dan tidak penting (-TP).
(ii)
Dampak Terhadap Lalulintas
Kegiatan mobilisasi peralatan dan material diprakirakan akan
mengganggu kelancaran lalulintas darat maupun lalulintas air. Kegiatan ini sebagian besar melewati jalur
air yaitu sungai dan kanal terutama untuk material yang besar (pabrik),
sedangkan yang melewati jalan darat untuk menuju lokasi proyek dengan
intensitas kegiatan yang relatif jarang, sehingga berpotensi untuk terjadinya
kemacetan lalulintas dan kecelakaan bagi pengguna jalan relatif kecil. Maka
dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ini termasuk kecil dengan frekuensi yang
relatif jarang an dalam waktu yang relative singkat (pada saat konstruksi),
sehingga dampak yang timbul terhadap komponen lingkungan transportasi dinilai negatif tidak penting (-TP).
(iii) Dampak Terhadap Angka Kesakitan (Kecelakaan)
Analog dengan pola pikir butir (i) di atas, yaitu dampak
terhadap lalulintas sungai, bahwa dampak kegiatan mobilisasi peralatan dan
material terhadap angka kesakitan/kecelakaan juga bernilai negatif kecil dan
tidak penting, karena kemungkinan terjadinya sangat lah kecil.
Tesis ini dikemukakan mengingat bahwa dampak terhadap
parameter angka kesakitan/kecelakaan ini merupakan dampak turunan dari dampak
primer lalulintas sungai. Sehingga apabila dampak primernya sudah tidak penting
praktis dampak turunnya juga tidak penting (-TP).
5.2.2.
Tahap Konstruksi
Pada tahap konstruksi,ada
banyak komponen yang diprakirakan terkena dampak kegiatan perkebunan dan pabrik
kelapa sawit PT. SASM ini.Uraian prakiraan jenis dampak dan ukuran tingkat
kepentingan dampak adalah sebagai berikut.
a. Dampak Kegiatan Pembukaan Lahan
(i) Dampak Terhadap Komponen Iklim
Eleman-elemen meteorologis yang menghasilkan iklim
membentuk sistem yang sangat kompleks dan saling aktif berhubungan.
Elemen-elemen ini diklasifikasikan berdasarkan ukuran waktu dan lokasinya.
Apabila ukuran-ukuran ini berubah akibat dari kegiatan pembukaan lahan maka
kondisi iklim terutama mikro juga berubah. Telah
diketahui bahwa kecendrungan sirkulasi
atmosfir bagian bawah tergantung pada laju panas yang masuk ke dalam
sistem. Radiasi matahari merupakan
sumber utama daripada panas itu.
Kegiatan pembukaan lahan, yaitu pembersihan dengan
membuka penutup lahan (pohon/vegetasi)
dilakukan, maka kenaikan suhu udara pada lokasi tersebut akan terjadi
pula karena radiasi matahari diterima langsung dan dengan jumlah yang lebih
besar daripada di lokasi yang masih ada penutup tanahnya. Sebagai
akibatnya, panas yang lebih tinggi ini akan mengalir ke lokasi yang sedikit
menerima radiasi matahari. Akhirnya
bukan tanah yang hilang penutupnya saja yang menerima panas tetapi juga
lokasi-lokasi sekitarnya. Walaupun
demikian harus dicatat bahwa dampak pemanasan di dalam dan sekitar kegiatan sangat tergantung pada
luasnya lahan yang dibuka, kondisi penutup tanah (vegetasi) sekitar kegiatan dan
kondisi atmosfir terutama kecepatan dan arah angin.
Berdasarkan
mawar angin terlihat bahwa arah angin pada periode OKMAR dari bagian selatan,
barat daya dan barat laut serta berbalik arah pada periode APSEP yang
mendominasi sekitar 33% dengan kecepatan 0,3 – 0,4 ms-1. Sementara Hasil pengukuran menunjukkan suhu udara pada areal
sekitar kebun campuran menjadi tempat terbuka terjadi peningkatan suhu udara
sekitar 2,8ºC. Sementara itu, kelembaban udara juga mengalami peningkatan
sebesar 9,8%.
Perubahan suhu dan kelembaban pada masing-masing tempat
tersebut menyebabkan perubahan indeks-ketidaknyamanan lingkungan.
Indeks-ketidaknyaman menunjukkan perasaan ketidaknyaman manusia karena pengaruh
iklim seperti suhu dan kelembaban. Nilai indeks-ketidaknyaman, pada kebun
campuran sekitar 76,9 dan areal terbuka 82,5.
Ini berarti pada kegiatan ini setelah ada proyek kebanyakan orang di
areal tersebut merasa tidak nyaman,
dengan demikian dampak yang ditimbulkan adalah negatif penting (-P).
Penilaian ini berkaitan dengan konsentrasi kerja yang dapat menyebabkan di
samping produktivitas yang rendah, memiliki risiko kecelakaan kerja. Artinya,
jenis dampak ini memiliki kaitan dengan banyak komponen lingkungan lain.
(ii) Dampak Terhadap Kualitas Udara
Parameter kualitas udara yang akan meningkat adalah gas polutan apabila
dalam pembukaan lahan digunakan alat-alat berat. Akan tetapi rencana pembukaan
lahan akan dilakukan secara semi-mekanis, artinya penggunaan alat berat
digunakan secara terbatas. Penebasan dan penebangan pohon/semak belukar
dilakukan secara manual dengan parang dan kapak. Sedangkan alat-alat berat
digunakan untuk pembuatan jalan dan kanal. Sehingga gas polutan, terutama CO
sebagai hasil pembakaran solar dari mesin-mesin penggerak adalah sangat kecil dan
secara alami mudah terdispersi.
Di samping besarannya kecil, jenis dampak negatif ini juga dinilai tidak penting (-TP), karena jumlah manusia yang terkena dampak sangat
terbatas, yakni tenaga kerja yang berada di sekitar lokasi beroperasinya alat berat
tersebut. Kemudian, dengan kemudahan terdispersinya gas polutan yang dihasil,
praktis luas persebaran dampaknya pun relatif sempit. Begitu juga komponen
lingkungan lainnya tidak terkait oleh jenis dampak ini.
(iii)
Dampak
Terhadap Ruang dan Lahan
Pembukaan lahan menyebabkan perubahan penggunaan lahan
eksisting, mulai dari rawa, belukar, hutan, tegal/ladang, dan sawah menjadi lahan terbuka. Pembukaan lahan dengan rencana seluas 13.000
Ha signifikan menimbulkan perubahan terhadap ruang dan penggunaan lahan,
potensi dampak negatif dapat terjadi karena merubah ruang hijau menjadi ruang
terbuka meskipun kegiatan pembukaan lahan dilakukan secara bertahap dan segera kembali menjadi ruang hijau
(perkebunan kelapa sawit) seluas 13.000
Ha. Ada sebagian besar wilayah termasuk kawasan hutan produksi konversi
berdasarkan peta penunjukkan kawasan hutan Kalimantan Selatan. Berdasarkan
kondisi rona lingkungan awal keruangan dan lahan dan kajian perubahan yang
dapat terjadi akibat kegiatan pembukaaan lahan, maka dapat disimpulkan bahwa
kegiatan ini berdampak negatif.
Sedangkan berdasarkan luasan lahan yang mengalami perubahan, dapat ditentukan
bahwa sifat dampak kegiatan ini termasuk kategori penting (-P).
(iv) Dampak Terhadap Tanah
Pembukaan lahan pada areal dengan elevasi 5-10 m di atas
permukaan laut serta kemiringan lahan < 3 %
tidak signifikan merubah fisiografi apalagi sebagian besar dalam kondisi tergenang/ terendam. Namun pembukaan lahan menyebabkan tanah
kehilangan sumber bahan organik yang berasal dari vegetasi yang tumbuh di
atasnya. Lapisan organik pada permukaan tanah akan rentan terhadap kebakaran
pada musim kemarau. Lapisan tanah organik yang terbakar akan bersifat kering
tidak balik (irreversibility)
sehingga tanah mineral akan muncul ke permukaan. Pada tahap pembukaan lahan
umumnya akan menurunkan 1 taraf status
kesuburan tanah. Tanah di lokasi
perkebunan dan pabrik kelapa sawit mempunyai besi larut dan sulfat larut tinggi
akan membahayakan bagi tanaman dan manusia sehingga pembukaan lahan berdampak negatif terhadap tanah dan tergolong penting (-P).
(v) Dampak Terhadap Hidrologi
Pembukaan lahan yang semula berupa kebun campuran untuk
keperluan lahan perkebunan, pembangunan sarana dan prasarana, dan pembangunan
pabrik kelapa sawit akan menyebabkan terjadinya perubahan kadar air tanah
dan limpasan permukaan. Kadar air tanah berkurang sebesar 300,0 mm
per tahun dari 1725,1 mm per tahun untuk
areal kebun campuran menjadi sekitar 1425,0 mm per tahun setelah berupa areal
terbuka atau bangunan (Gambar 5.1).
.
Gambar
5.1. Perubahan Kandungan Air Tanah (KAT)
Penurunan kadar air tanah ini mengakibatkan peningkatan
limpasan permukaan. Ini terlihat dengan peningkatan koefisien aliran dari 0,181
pada kebun campuran menjadi 0,185 pada tapak terbuka. Akibat perubahan
koefisien limpasan ini, maka debit puncak tahunan meningkat 27,2 m3jam-1 dari 1318,9 m3jam-1
pada kebun campuran menjadi 1346,1 m3jam-1. Berdasarkan
luas areal untuk kebun kelapa sawit dan pabrik nya beserta fasilitas lainnya
yang akan dibuka relatif luas, yakni 13.000 ha, maka dampak yang ditimbulkan
adalah negatif penting (-P).
Penilaian ini juga didukung oleh banyaknya jumlah manusia yang terkena dampak,
yakni penduduk di delapan desa yang memiliki jumlah penduduk sebesar 17,156
jiwa. Belum lagi ditambah tenaga kerja dari luar wilayah studi. Selain itu,
komponen lingkungan yang terkait relatif banyak.
(vi) Dampak Terhadap Kualitas Air
Pembukaan lahan dimaksudkan untuk
membersihkan vegetasi yang terdapat di permukaan lahan. Kegiatan ini akan menghasilkan limbah padat
berupa batang, ranting dan daun yang tersisa dari kegiatan pembukaan lahan. Limbah pembukaan lahan ini akan mengalami pembusukan
dan terdekomposisi menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Jika lahan tergenang air, maka sisa pembukaan
lahan ini akan tengggelam dan larut di perairan, sehingga akan mempengaruhi
kualitas perairan. Bahan organic dan
anorganik ini selanjutnya akan menyebar ke badan air yang ada disekitarnya
melalui aliran air. Parameter fisika air
yang diperkirakan akan terpengaruh oleh kegiatan pembukaan lahan adalah
kandungan total padatan tersuspensi (TSS), padatan terlarut (TDS) dan
kekeruhan. Sedangkan parameter kimia air
adalah peningkatan kadar bahan organic,
amoniak, nitrit, nitrat dan sulfat serta penurunan kadar oksigen
terlarut (DO) dan pH perairan. Disamping
itu pembukaan lahan memungkinkan terangkatnya lapisan tanah yang banyak
mengandung Fe ke perairan sehingga
kandungan besi di perairan meningkat dan terjadi peningkatan derajat keasaman.
Nilai masing masing parameter tersebut pada rona awal adalah TSS: 14 –140 mg/l, kekeruhan: 20 – 477 NTU,
NH3: 0,23 – 3,50 mg/L, NO3: 0,211 - 0,265 mg/L, NO2: 0,012 - 0,025mg/L , SO4: 22,3 – 30,2 mg/L, DO: 4,17 – 4,91 mg/L, pH: 4,15 - 6,93 dan Fe: 3,86 – 13,6 mg/L, sehingga intensitas dampak termasuk besar.
Selain itu luas lahan yang akan dibersihkan untuk perkebunan relatif luas (>13.000 ha)
sehingga wilayah sebaran dampak termasuk luas (tapak proyek dan sekitarnya)
dengan waktu dampak berlangsung cukup lama.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan
pembukaan lahan terhadap parameter kualitas air
dapat dikatagorikan sebagai
dampak negatif penting
(-P).
(vii) Dampak Terhadap Biota Darat
Pembukaan lahan merupakan
salah satu kegiatan pada tahap konstruksi dalam pembangunan perkebunan kelapa
sawit. Kegiatan ini
dilakukan dengan melakukan pembebasan dari semua vegetasi dari semua tingkat
pertumbuhan, mulai dari semai hingga tingkat pohon. Pembukaan lahan tentu akan berdampak terhadap hilangnya plasma
nuftah dari beberapa jenis tumbuhan yang hidup di sana yang didominasi galam.
Jenis-jenis tumbuhan tersebut akan hilang berganti dengan kelapa sawit.
Penilaian tersebut didukung oleh tesis bahwa perubahan
kondisi habitat ini sebagai akibat hilangnya vegetasi dan perubahan iklim mikro
mengakibatkan satwa yang dulunya menempati kawasan akan hilang atau berpindah
ke daerah lain yang dapat mendukung kelangsungan hidupnya. Bagi satwa yang tidak dapat bertahan selama
kegiatan pembukaan lahan atau yang mampu berpindah tempat tetapi tidak mampu
beradaptasi dengan lingkungan barunya akan mati. Secara keseluruhan
penghilangan vegetasi yang terdapat dalam suatu komunitas akan menurunkan keanekaragaman satwa yang biasa hidup pada komunitas tumbuhan
tersebut.
Selain itu, seperti telah dikemukakan bahwa dengan
hilangnya vegetasi di atasnya akan membawa dampak pada perubahan fisik dan
kimia tanah serta pengaruhnya terhadap hidrologi dan kualitas air. Begitu juga
dengan kondisi iklim mikro. Artinya banyak komponen lingkungan lain yang
terkait, sehingga dampak tersebut tidak bisa diabaikan.
Berdasarkan sifat, intensitas gangguan dan
terdapatnya perubahan mendasar terhadap vegetasi dan satwa. Disamping itu juga
terdapat Kerbau Rawa yang diperkirakan akan terkena dampak, maka kegiatan pembukaan dan penyiapan lahan diprakirakan berdampak negatif
penting (-P).
(viii) Dampak Terhadap Biota Perairan
Pembukaan lahan secara langsung maupun tidak langsung
diperkirakan mengganggu komunitas biota air dan ekosistem perairan. Kekeruhan badan air akan
menyebabkan hambatan pada penetrasi sinar matahari ke dalam badan air. Kondisi ini menyebabkan
aktivitas fotosintesis vegetasi akuatik, khususnya fitoplankton sebagai primary producer akan terhambat sehingga
menurunkan produktivitas yang berakibat terganggunya rantai makanan akuatik
secara alamiah. Penurunan sediaan pakan
alami akan menyebabkan zooplankton mengalami penurunan populasi dan secara
berantai dampak ini akan mengganggu eksistensi biota akuatik dalam level tropik
yang lebih tinggi (nekton/ikan).
Proses perombakan bahan organik yang
berasal dari kegiatan pembukaan lahan akan menghasilkan senyawa yang bersifat
toksik bagi organismi perairan seperti NH3 dan H2S. Senyawa ini dapat membunuh berbagai macam
spesies organisme perairan dengan berbagai macam konsentrasi. Proses perombakan bahan organik juga akan
meningkatkan derajat keasaman perairan.
Peningkatan derajat keasaman secara langsung akan dapat membunuh
organisme biota perairan, terutama yang tidak toleran terhadap perubahan pH
perairan, dan secara tidak langsung peningkatan derajat keasaman perairan akan
meningkatkan kelarutan logam berat di perairan. Peningkatan logam berat di
perairan selanjutnya akan membunuh organisme yang tidak toleran, sebaliknya
bagi organisme perairan yang toleran akan meningkatkan laju akumulasi logam berat dan
biomagnifikasi di dalam organisme tersebut, sehingga akan membahayakan bagi
manusia yang mengkonsumsi ikan yang berasal dari badan air tersebut. Pada saat rona awal, keadaan ekosistem
perairan di wilayah studi mempunyai tingkat
kesuburan rendah, cukup stabil sampai stabil,
penyebaran jenis lebih merata sampai sangat merata dengan katagori baik
sampai sangat baik serta tingkat pendominasian suatu spesies tergolong rendah, dengan adanya kegiatan pembukaan lahan diperkirakan akan mengalami
perubahan mendasar kearah yang lebih buruk.
Intensitas dampak pembukaan lahan terhadap biota air
diprakirakan relatif besar dan menyebabkan perubahan yang mendasar terhadap
komunitas biota dalam perairan. Dampak yang terjadi berlangsung selama tahap
konstruksi pada saat pembukaan lahan dan dapat berlangsung sampai tahap
berikutnya, dengan luas sebaran dampak melebihi luas proyek (> 13.000 ha). Oleh karena itu,
kegiatan pembukaan lahan dinilai
berdampak negatif
penting (-P) terhadap biota perairan.
(ix)
Dampak Terhadap Sosial Ekonomi
Kegiatan pembukaan lahan ini dilakukan dengan menggunakan
tenaga mekanis (manusia), tenaga mesin dan bahan kimia. Pembukaan lahan yang menggunakan tenaga manusia terutama
dilakukan untuk kegiatan menebas/memotong anak kayu dan tanaman merambat
lainnya dengan menggunakan parang dan kapak serta dilanjutkan dengan kegiatan
penumbangan pohon sehingga tidak ada pohon yang setengah tumbang. Kegiatan ini
akan memerlukan tenaga kerja dari masyarakat sekitar yang memang sudah terampil
untuk melakukan kegiatan tersebut.
Jumlah tenaga kerja yang terlibat diprakirakan mencapai ratusan orang dengan waktu kerja
secara bertahap. Dengan asumsi upah harian yang berlaku Rp.50.000,-/hari, maka
pendapatan ini merupakan tambahan yang cukup berarti bagi mereka yang terlibat.
Denganluas persebaran dampak terutama di sembilan desa
yang termasuk dalam wilayah studi dengan jumlah manusia yang terlibat dan
menerima dampaknya relatif tinggi. Intensitas
dampak yang ditimbulkannya cukup banyak berpengaruh terhadap kesempatan kerja
dan berusaha yang secara otomatis dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
Komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak antara lain sikap dan persepsi
masyarakat. Sifat dampak kumulatif dan
berbalik.
Berdasarkan keadaan ini maka dampak kegiatan pembukaan
lahan terhadap komponen sosial ekonomi dinilai positif penting (+P).
(x) Dampak Terhadap Sosial Budaya
Aktivitas ini tentu saja diharapkan akan menimbulkan
pandangan positif masyarakat, dimana mereka beranggapan bahwa kegiatan tersebut
tidak akan merugikan masyarakat sekitar
tetapi apabila pembukaaan lahan merugikan masyarakat maka pandangan negatif
masyarakat. Adanya dampak positif terhadap parameter sosial ekonomi cukup
membuat persepsi masyarakat positif.
Jumlah manusia dan luas persebaran dampak ini relatif
banyak dan luas, yaitu penduduk yang berada di wilayah studi yakni Desa
Paramaian, Pandak Daun dan Hakurung Dalam Kecamatan Daha Utara; Desa Baruh Jaya
dan Samuda Kecamatan Daha Selatan; serta Desa Bajayau, Bajayau Tengah, Baru dan
Siang Gantung Kecamatan Daha Barat. Dampak yang terjadi dapat berlangsung sampai
kepada tahapan berikutnya. Sehingga dampak positif ini dinilai penting
(+P).
(xi) Dampak Terhadap Kesehatan
Masyarakat
Pembukaan lahan, baik untuk areal bangunan
sarana/prasarana pendukung seperti jalan, drainase dan produksi (pabrik kelapa
sawit) maupun untuk areal kebun akan menimbulkan dampak terhadap komponen fisik
seperti iklim mikro, fisiografi, tanah, subsidensi dan kematangan gambut pada
ekosistem rawa, hidrologi, ruang dan lahan, kualitas air, potensi kebakaran,
biota darat yang terdapat di tapak proyek dan akhirnya secara sekunder
berdampak terhadap kesehatan masyarakat.
Pembukaan lahan menyebabkan terganggu dan hilangnya
vegetasi darat sebagai habibat satwa liar, yang pada gilirannya akan mengganggu
satwa liar tersebut.
Pembukaan lahan dan pengolahan tanah rawa
harus dilakukan secara bijaksana dan diperhitungkan dengan baik akan
menghindarkan terjadi banjir yang gilirannya menimbulkan dampak negatif pada kesehatan masyarakat. Mengingat lokasi lahan ini
cukup jauh dari pemukiman penduduk sehingga kemungkinan menyebar/meluas ke
permukiman penduduk relatif kecil, oleh karena itu kegiatan ini dinilai
berdampak negatif tidak penting (-TP).
b. Dampak Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana
(i) Dampak Terhadap Ruang
dan Lahan
Pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan
perkebunan dan PKS PT. SASM antara lain
berupa: jalan, kanal, jembatan, gorong-gorong, kantor, pergudangan, perumahan
karyawan, pos checker, unit pembangkit listrik, sarana air bersih dan berbagai
fasilitas penunjang lainnya akan merubah tata ruang yang ada, terutama
perubahan hutan produksi konversi (menurut Sk Menhut No 435/Menhut-II/2009). Perubahan kawasan hutan produksi konversi menjadi areal penggunaan
lain memerlukan ijin pelepasan
kawasan dari Menteri Kehutanan
(Permenhut P.38/Permenhut-II/2012). Dengan demikian kegiatan pembangunan sarana dan prasarana berdampak negatif terhadap tata ruang dan lahan
dan dapat dikategorikan penting.
(ii) Dampak Terhadap Tanah
Pembangunan sarana
dan prasarana penunjang kegiatan perkebunan dan PKS PT. SASM antara lain berupa: jalan, kanal, jembatan,
gorong-gorong, kantor, pergudangan, perumahan karyawan, pos checker, unit
pembangkit listrik, sarana air bersih dan berbagai fasilitas penunjang lainnya.
Pada kegiatan ini terjadi penggalian dan pengurugan. Pada lokasi ini terdapat
tanah organik (Typic Haplosapris dan Hemic Haplofibrist)
dan tanah tanah mineral yang mengandung
bahan sulfidik (Typic Sulfaquept).
Walaupun pada lokasi perkebunan tidak ada tanah organik/gambut dengan
kedalaman > 3 m, namun gambut
merupakan tanah yang terbentuk secara alami dan merupakan cadangan karbon.
Penggalian yang menyingkap lapisan sulfidik akan terjadi proses oksidasi yang
akan menghasilkan asam sulfat dan menurunkan pH < 3,5. Oleh karena itu
pembangunan sarana dan prasarana berdampak
negatif terhadap fisiografi dan tanah dan berdasarkan luasan dan lamanya
pemulihan dampak maka dapat dikategorikan penting.
(ii) Dampak Terhadap Hidrologi
Pekerjaan pembangunan prasarana dan sarana PT. SASM dilakukan dengan membangun saluran drainase, tanggul,
jalan angkut dan jalan kolektor serta lahan untuk tanaman kelapa sawit. Dampak konstruksi sangat luas yakni adanya
perubahan bentang alam dari hamparan lahan basah (dominan ditumbuhi oleh
vegetasi pohon dan semak belukar) menjadi hamparan yang berubah menjadi lahan
kering. Dampak perubahan itu bersifat
mendasar terhadap tata air di dalam dan luar batas proyek.
Dampak terhadap hidrologi diprakirakan penurunan muka air
tanah dengan adanya aliran ke dalam saluran drainase. Diprakirakan air tanah mencapai 0,5 m dari permukaan tanah asal. Sungai alam akan
mengalami pengurangan debit sampai menjadi kering.Penguapan air tanah dalam
musim kemarau akan mempercepat penurunan air tanah. Dampak lanjutannya mengenai potensi kebakaran
akibat kekeringan material gambut.
Disamping itu, aliran air ke sungai dalam batas ekologi memiliki perbedaan
debit air yang ekstrim antara musim hujan dan musim kemarau. Nisbah debit itu
dapat mencapai 0,9.
Perubahan mendasar terhadap komponen hidrologi
mengenai kualitas air, biota akuatik in
situ maupun mengenai aliran sungai di dalam batas ekologis. Dampak lanjutan
dapat pula mengenai komponen sosial dan kesehatan masyarakat. Dampak dalam
tahap konstruksi berlangsung selama 5 tahun sehingga dampaknya dinilai negatif
dan penting (-P) yang memerlukan pengelolaan terhadap aspek teknis dan sosial
secara serius.
(iii) Dampak Terhadap Kualitas Air
Sarana dan prasarana penunjang
kegiatan perkebunan dan PKS PT. SASM
yang akan dibangun antara lain berupa: jalan, saluran, jembatan,
gorong-gorong, kantor, pergudangan, perumahan karyawan, pos checker, unit
pembangkit listrik, sarana air bersih dan berbagai fasilitas penunjang
lainnya. Kegiatan pembangunan sarana dan
prasarana, terutama saluran dan jalan menyebabkan perubahan kualitas air. Pembuatan saluran menyebabkan peningkatan
padatan tersuspensi dan padatan terlarut di perairan sebagai akibat dari terangkatnya
partikel tanah dari dasar perairan.
Peningkatan ini menyebabkan menurunnya penetrasi cahaya ke dalam air
(kekeruhan meningkat). Padatan tersuspensi dan padatan terlarut terutama berupa
bahan organik, dalam proses dekomposisinya akan menghasilkan berbagai senyawa
sederhana seperti NH3 dan H2S yang merupakan racun bagi
organismi perairan. Proses dekomposisi
bahan organik juga akan menurunkan
kandungan oksigen terlarut dan meningkatkan derajat keasaman perairan. Selain terangkatnya bahan organik, pembuatan saluran juga menyebabkan terangkatnya
pirit dari dasar perairan sehingga akan terjadi oksidasi pirit. Oksidasi ini akan meningkatnya
derajat keasaman perairan. pH air pada saat rona awal berkisar antara 4,15-6,93,
akan turun menjadi < 3,0 Perairan yang asam menyebabkan logam-logam berat akan
terionisasi menjadi ion logam yang secara langsung dapat mematikan organismi
perairan yang tidak toleran, dan secara tidak langsung akan diakumulasi dalam
jaringan organisme sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Berdasarkan uraian diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan
sarana dan prasarana terhadap kualitas air mempunyai intensitas yang cukup
besar dan mengakibatkan perubahan mendasar pada ekosistem perairan, dengan
sebaran dampak yang luas serta komponen lingkungan lain yang terkena dampak
lanjutan cukup banyak (biota perairan, social ekonomi dan kesehatan
masyarakat). Sehingga dampak yang timbul dapat
dikategorikan sebagai dampak negatif
penting (-P).
(iv) Dampak Terhadap Biota Perairan
Pembangunan sarana dan prasarana kegiatan
perkebunan dan pengolahan kelapa sawit berupa: jalan/jembatan,
gorong-gorong/drainase, kantor, perumahan karyawan, pos checker, pembangkit listrik, sarana air bersih dan fasilitas
penunjang lainnya diprakirakan
berdampak terhadap penurunan kualitas air yang terjadi akibat perubahan
nilai kekeruhan karena terangkatnya partikel tanah dasar perairan terutama pada
saat kegiatan pembangunan saluran, disamping itu juga akibat operasional mesin
yang mengeluarkan ceceran minyak dan lemak yang jatuh atau masuk ke dalam
perairan yang berdampak lanjutan terhadap sumberdaya hayati perairan (plankton,
benthos dan ikan). Peningkatan kekeruhan menyebabkan menurunnya penetrasi
cahaya ke dalam air (kekeruhan meningkat) sehingga proses fotosintesis
fitoplankton terganggu yang berakibat menurunnya produktivitas perairan
bersangkutan. Padatan tersuspensi dan padatan
terlarut terutama berupa bahan organik, dalam proses dekomposisinya akan
menghasilkan berbagai senyawa sederhana seperti NH3 dan H2S
yang merupakan racun bagi organismi perairan.
Proses dekomposisi bahan organik
juga akan menurunkan kandungan oksigen terlarut dan meningkatkan derajat
keasaman perairan. Selain terangkatnya
bahan organik, pembuatan saluran juga menyebabkan terangkatnya pirit dari dasar
perairan sehingga akan terjadi oksidasi pirit.
Oksidasi ini akan meningkatnya derajat keasaman perairan dan
meningkatnya kandungan besi. Perubahan
nilai kualitas perairan ini secara langsung maupun tidak langsung akan
berpengaruh terhadap biota perairan yang ada di dalamnya dan akan merubah struktur komunitas biota
perairan. Nilai kelimpahan fitoplankton
dalam perairan pada lokasi proyek dan
sekitarnya berkisar antara 120 sel/liter sampai 190 sel/liter mengindikasikan bahwa perairan di
wilayah studi tergolong perairan dengan tingkat kesuburan rendah. Selanjutnya dari indeks keanekaragaman untuk
plankton berkisar antara 1,6549–2,0729, dimana indeks keanekaragaman demikian
mengindikasikan bahwa perairan tergolong tercemar sedang.
Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan sarana
dan prasarana terhadap biota air mempunyai intensitas yang cukup besar dan
mengakibatkan perubahan mendasar pada ekosistem perairan, berlangsung dalam
jangka waktu yang lama dengan sebaran dampak yang luas serta komponen
lingkungan lain yang terkena dampak lanjutan cukup banyak (social ekonomi dan
kesehatan masyarakat serta sikap dan persepsi masyarakat). Sehingga dampak yang timbul dapat dikatagorikan sebagai
dampak negatif penting (-P).
(v) Dampak Terhadap Sosial Ekonomi
Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kebun kelapa
sawit akan memerlukan tenaga kerja baik yang memiliki keahlian maupun yang
tidak memiliki keahlian (buruh kasar). Adanya kegiatan ini otomatis akan
membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar, terutama yang memiliki
keterampilan sebagai tukang atau buruh bangunan.
Adanya kesempatan kerja ini tentu saja juga berkaitan
dengan peningkatan pendapatan bagi tenaga kerja atau buruh yang terlibat.
Jumlah manusia yang terlibat dan luas persebaran dampaknya sedikit (< 100
orang) dan tidak luas. Begitu juga lama berlangsungnya relatif singkat. Oleh
karenanya jenis dampak positif ini tidak penting (+TP).
(vi) Dampak Terhadap Sosial Budaya
Secara umum kegiatan konstruksi sarana dan prasarana ini membutuhkan
tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pihak kontraktor yang ditunjuk perusahaan. Di
sini akan memberikan kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat
sekitar proyek.Tentu saja dampak ini berarah positif, namun mengingat berlangsungnya
kegiatan relatif singkat, hanya selama
kegiatan konstruksi berlangsung, meskipun jumlah manusia yang terlibat relatif
banyak > 200 orang, maka jenis dampak ini dinilai tidak penting (+TP).
Sementara komponen lingkungan lainnya yang terkait berupa pendapatan serta
keamanan dan ketertiban.
c. Dampak Kegiatan Pembangunan
Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
(i)
Dampak Terhadap Ruang dan Lahan
Pembangunan pabrik kelapa sawit berada di kawasan hutan produksi
konversi menurut SK Menhut No 435/Menhut-II/2009. Berdasarkann RTRWP Kalimantan
Selatan lahan pabrik kelapa sawit seluas 15 ha akan merubah
peruntukkannya dari
kawasan budidaya tanaman perkebunan dan kawasan budidaya tanaman pertanian
lahan basah. Terjadi pengurugan lahan rawa dan diikuti dengan penutupan lahan
dengan bangunan yang permanen. Namun karena luasan pabrik hanya 15 ha sehingga
pembangunan pabrik kelapa sawit berdampak negatif
dan dapat dikategori tidak penting terhadap ruang dan lahan
(ii) Dampak Terhadap Fisiografi dan Tanah
Pembangunan pabrik kelapa sawit di atas lahan seluas 15 ha memerlukan bahan
urug ± 2.000 m3. Pengurugan akan merubah fisiografi lahan
seperti rawa belakang (back swamp)
berupa cekungan menjadi dataran, atau dataran banjir menjadi lahan yang lebih
tinggi dan lebih padat dari aslinya.
Tanah yang telah tertutup oleh bahan urug akan berubah kesuburannya
sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman namun karena kegiatan ini bukan untuk
tanaman tetapi bangunan pabrik yang sifatnya penutupan permanen dengan luasan
yang relatif kecil sehingga kegiatan pembangunan pabrik kelapa sawit menjadi negatif tidak penting (-TP) terhadap
fisiografi dan tanah.
(iii) Dampak Terhadap Hidrologi
Pekerjaan pembangunan pabrik kelapa sawit dilakukan
dengan pembuatan saluran drainase, tanggul, kolam-kolam IPAL dan sarana
lainnya. Konstruksi pabrik kelapa sawit (PKS) itu memerlukan lahan seluas +15
ha. Dampak konstruksi relatif sangat
kecil yakni adanya sedikit perubahan bentang alam dari hamparan lahan basah
(dominan ditumbuhi oleh vegetasi pohon dan semak belukar) menjadi hamparan yang
berubah menjadi lahan kering. Dampak
perubahan itu tidak bersifat mendasar terhadap tata air di dalam dan luar batas
proyek.
Dampak terhadap hidrologi diprakirakan: (a) Penurunan
muka air tanah dengan adanya aliran ke dalam saluran drainase. Diprakirakan penurunan air
tanah mencapai 0,2 – 0,4 m dari
permukaan tanah asal. Sungai alam akan
mengalami pengurangan debit sampai menjadi kering. Penurunan muka air tanah berlanjut hingga
tahap operasional. Penguapan air tanah
dalam musim kemarau akan mempercepat penurunan air tanah. Disamping itu, aliran air ke sungai dalam
batas ekologi memiliki perbedaan debit air yang besar antara musim hujan dan
musim kemarau. Nisbah debit itu dapat
mencapai 0,8,
Perubahan akibat pembangunan PKS terhadap komponen
hidrologi dan kualitas air diprakirakan mengenai biota akuatik in situ maupun mengenai aliran sungai di
dalam batas ekologis. Terlebih lagi dampak berakumulasi dengan dampak
pembangunan prasarana dan sarana perkebunan. Dampak lanjutan dapat pula
mengenai komponen sosial dan kesehatan masyarakat, yang menurunnya kualitas air
sungai. Dampak dalam tahap konstruksi berlangsung relatif singkat (1 – 2 tahun)
yang intensitasnya semakin menurun, namun dampaknya dinilai negatif dan penting
(-P) yang memerlukan pengelolaan terhadap aspek teknis dan sosial secara
serius.
(iv) Dampak Terhadap Kualitas Air
Pembangunan pabrik
seperti halnya pembangunan sarana dan prasarana akan menghilangkan vegetasi
yang ada, pematangan tanah dan diganti dengan bangunan pabrik serta
kelengkapannya sehingga berpotensi untuk mengurangi infiltrasi air ke dalam
tanah dan meningkatkan kecepatan aliran permukaan. Peningkatan
kecepatan aliran permukaaan ini akan meningkatkan laju erosi dan sedimentasi serta fluktuasi debit
air pada badan air penerima. Dampak ini akan menimbulkan dampak lanjutan
terhadap kualitas air berupa peningkatan TSS, kekeruhan, nitrit, nitrat dan
amoniak, serta akan menurunkan kandungan oksigen terlarut dan pH perairan.
Mengingat
luas lahan yang dipersiapkan untuk pembangunanan pabrik beserta fasilitas
penunjangnya relatif kecil dan dipilih tempat yang tanahnya padat, maka dampak
yang ditimbulkan terhadap komponen lingkungan kualitas air juga diperkirakan
kecil dan dapat digolongkan sebagai dampak negatif
tidak penting (-TP).
(v) Dampak Terhadap Biota Darat
Dampak pembangunan pabrik sama halnya pembangunan sarana
dan prasarana namun dalam luasan yang lebih sempit. Dampak negatif yang ditimbulkan berupa
berkurangnya peluang areal yang bervegetasi baik secara alami maupun buatan,
karena terbangun oleh pabrik dan fasilitas penunjangnya.Kegiatan pembangunan
pabrik berlangsung relatif singkatyaitu
pada tahap konstruksi, karena segala pelengkapan pabrik dan fasilitas penunjang
sudah dalam keadaan siap terpasang (knock
down).
Luas wilayah persebaran dampak tidak lebih besar
dibanding kegiatan pembangunan sarana prasarana. Manusia yang terkena dampak positif relatif
banyak terutama dari komponen sosial yaitu kesempatan kerja dan berusaha serta
peningkatan pendapatan rumah tangga, namun relatif kecil jika tingkat
pendidikan dan keterampilan masyarakat lokal kurang memenuhi syarat. Dampak berlangsung lama (terus menerus) yaitu
selama tahap konstruksi dilanjutkan ke tahap operasi, namun intensitasnya
relatif kecil karena hanya dampak lanjutan dari kegiatan pembukaan lahan.
Berdasarkan kriteria penilaian besaran dampak penting tersebut diatas maka
untuk kegiatan pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit pada tahap konstruksi
ini terhadap komponen lingkungan vegetasi dinilai berdampak negatif tidak penting
(-TP).
(vi) Dampak Terhadap Komponen Biota Perairan
Kegiatan
pembangunan pabrik diprakirakan berdampak terhadap penurunan kualitas air yang terjadi
akibat perubahan nilai kekeruhan karena naiknya material sedimentasi ke
permukaan perairan, disamping itu juga akibat operasional mesin yang
mengeluarkan ceceran minyak dan lemak yang jatuh atau masuk kedalam ke perairan
yang berdampak lanjutan pada penurunan jenis, jumlah, dan kelimpahan biota
perairan.
Kegiatan pembangunan pabrik
menyebabkan terjadi penurunan nilai kelimpahan dan indeks keanekaragaman
fitoplankton.Perubahan komunitas biota air dengan intensitas
yang kecil dan hanya terjadi saat kondisi hujan. Dampak yang terjadi
berlangsung selama tahap konstruksi pada saat pembangunan pabrik. Manusia yang akan terkena dampak dari kegiatan tersebut
sangat terbatas, karena fishing ground, spawning area, dan lokasi perkampungan
yang memanfaatkan air sungai sebagai sumber air berada jauh dari lokasi
pembangunan pabrik. Dampak
yang terjadi merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas air dan
diprakirakan tidak terlalu besar dan tidak menyebabkan perubahan yang mendasar
terhadap komunitas biota air dalam perairan. Dengan demikian dampak dari
pembangunan pabrik dinilai negatif
tidak penting (-TP).
(vii) Dampak Terhadap
Sosial Ekonomi
Kegiatan pembangunan pabrik dan perakitan mesin pengolahan
kelapa sawit akan memerlukan tenaga kerja baik yang memiliki keahlian maupun
yang tidak memiliki keahlian (buruh kasar). Adanya kegiatan ini otomatis akan
membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar, terutama yang memiliki
keterampilan sebagai tukang atau buruh bangunan.
Adanya kesempatan kerja ini tentu saja juga berkaitan
dengan peningkatan pendapatan bagi tenaga kerja atau buruh yang terlibat.
Jumlah manusia yang terlibat dan luas persebaran dampaknya sedikit (< 100
orang) dan tidak luas. Begitu juga lama berlangsungnya relatif singkat. Oleh
karenanya jenis dampak positif ini tidak penting (+TP).
(viii) Dampak Terhadap
Sosial Budaya
Jenis dampak ini merupakan dampak lanjutan dari berbagai
dampak yang dirasakan atau dinilai oleh masyarakat. Kumpulan beberapa jenis
dampak negatif yang muncul dapat membuat persepsi masyarakat terhadap kegiatan
ini menjadi negatif, dan sebaliknya jika yang terekspose adalah dampak yang
membawa kemaslahatan masyarakat maka persepsi masyarakat pun akan berubah
menjadi positif.
Dalam kegiatan pembangunan pabrik kelapa sawit ini
terinventarisir nilai-nilai dampak terhadap parameter dari komponen lingkungan,
yakni terhadap ruang dan lahan, fisiografi dan tanah, hidrologi dan kualitas
air, serta biota perairan yang kesemuanya negatif, terlepas dari tingkat
kepentingan dampak. Hanya dampak terhadap komponen sosial ekonomi saja yang
berarah positif.
Dengan demikian dapat diprakirakan bahwa dampak kegiatan
pembangunan pabrik kelapa sawit ini berarah negatif, akan tetapi mengingat
jumlah manusia dan sebaran dampaknya sedikit dan terlokalisir di dalam areal
saja maka jenis dampak ini dinilai tidak penting (-TP). Penilaian ini juga
diperkuat oleh lamanya dampak berlangsung relatif singkat dengan komponen
lingkungan yang terkait hanya keamanan dan ketertiban masyarakat saja.
5.2.3. Tahap Operasi
a. Dampak
Kegiatan Persemaian, Penanaman, dan Pemeliharaan
(i) Dampak Terhadap Iklim
Dalam tahap ini kegiatan revegetasi berperan dalam
sebagai amelioran iklim mikro. Penutupan lahan dengan vegetasi akan menurunkan
albedo atau proporsi radiasi yang dipantulkan (reflection radiation) dengan radiasi datang (transmition radiation). Tanaman akan menyerap radiasi matahari (radiation interception) dan mengurangi
pelepasan radiasi langsung ke atmosfer (direct
radiation), sehingga terjadi penurunan suhu udara dan peningkatan kelembaban
udara yang menyebabkan penurunan indeks ketidaknyamanan. Hasil pengukuran pada tapak kebun
campuran menunjukkan penyerapan radiasi matahari mencapai 70%. Revegetasi
menyebabkan pemindahan panas terasa secara konvektif dari lingkungan ke tanaman
dan melalui penyerapan CO2 yang menahan panas dalam fotosintesis dan
disimpan sebagai simpanan karbon (carbon storage) dalam tanaman, sehingga
pengurangan CO2 di udara akan mengurangai pemanasan yang terjerap di
dalamnya sehingga menurunkan suhu udara. Tanaman melalui transpirasi akan
melepas oksigen dan menambahkan uap air ke udara, sehingga udara menjadi lebih
segar dan lebih lembab. Selain itu, revegetasi juga akan memperlambat kecepatan
angin karena kekasaran permukaan (friction
velocity) kanopi tanaman akan meningkat, sehingga daya jelajah partikulat
akan berkurang.Dampak kegiatan ini terhadap komponen iklim mikro dinilai
positif penting (+P).
(ii) Dampak Terhadap Kualitas Udara
Persemaian dan penanaman bibit kelapa sawit belum berpengaruh terhadap
kualitas udara.Ketika tanaman tumbuh dengan baik baru dapat diharapkan
kontribusinya bagi perbaikan kualitas udara.Pemeliharaan
kelapa sawit dengan menjaga pertumbuhan tetap berjalan dengan baik, sangat
potensial untuk meningkatkan kualitas udara yaitu menghambat paparan debu
ambient ke udara, karena pada dasarnya
tanaman merupakan barrier (penghalang)
menyebarnya debu ke udara. Rona awal kualitas udara dari parameter debu di
rencana lokasi perkebunan dan rencana lokasi pabrik berada dibawah baku mutu,
dengan adanya kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit ini akan meningkatkan
kualitas udara atau menurunkan kadar debu.
Dilihat dari
intensitasnya, jenis dampak ini masih rendah, tetapi potensinya ke depan cukup besar karena telah melebihi standar dan
berlangsung dalam waktu yang agak lama.
Kemudian luas sebaran dan jumlah manusia terkena dampak relatif besar maka dapat dinilai
positif penting (+P).
(iii) Dampak terhadap Ruang
dan Lahan
Penanaman kelapa
sawit dan cover crop merupakan kegiatan terbesar yang merubah penggunaan lahan
eksisting yang semula rawa, belukar,
hutan, tegal/ladang, dan sawah menjadi perkebunan
kelapa sawit Kegiatan penanaman
tersebut tidak bersesuaian dengan SK
Menhut No 435/Menhut-II/2009 karena lokasi kegiatan sebagian merupakan hutan
produksi konversi. Oleh karena itu kegiatan penanaman kelapa sawit akan berdampak negatif terhadap ruang dan
lahan. Berdasarkan luasan lahan yang
mengalami perubahan makasifat dampak kegiatan ini termasuk kategori penting terhadap
ruang dan lahan.
(iv)
Dampak Terhadap Tanah
Kegiatan persemaian dilakukan 2 tahap yakni dalam polybag kecil pada tahap I dan polybag
besar pada tahap II. Kegiatan ini bersifat positif karena menjadikan daerah
terbuka menjadi daerah hijau dengan tanaman yang terpelihara dan terawat, namun karena
luasan areal persemaian kecil dan bersifat
sementara sehingga kegiatan tersebut
berdampak positif kecil dan tidak penting terhadap fisiografi dan tanah. Akan tetapi
seiring dengan waktu dan tahapan kegiatan sampai ke penanaman dan pemeliharaan,
tentu akan berkembang.
Lahan yang telah dibuka akan dibuat lubang dengan ukuran
dan jarak tertentu kemudian masing-masing lubang akan diberi pupuk sesuai
dosisnya setelah 2 minggu penanaman akan dilakukan pada setiap lubang. Kegiatan pembuatan lubang sebesar 60 cm x 60
cm dan sedalam 60 cm tidak mengubah fisiografi lahan. Secara umum dapat dikatakan bahwa revegetasi
lahan terbuka akan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Penanaman
kelapa sawit dan cover crop selama
kurun waktu puluhan tahun berpeluang untuk meningkatkan kelas kesuburan tanah.
Pemberian input unsur hara dalam hal ini melalui pupuk organik maupun anorganik
merupakan salah satu cara konservasi tanah, agar kesuburan tanah dapat
terpelihara sehingga kegiatan penanaman kelapa sawit berdampak positif besar
dan penting (+P) terhadap tanah.Penilaian tersebut juga didukung mengingat
jenis dampak ini mengenai lahan yang cukup luas, yaitu +13.000 ha.
Kegiatan
pemeliharaan kelapa sawit TBM seperti pemeliharaan cover
crop, pemberantasan gulma garuk piringan, pemupukan, kastrasi, penyerbukan, persiapan panen,
pemberantasan hama dan penyakit sangat bermanfaat bagi tanah. Begitu pula
pemeliharaan TM seperti perawatan gawangan, pemeliharaan jaringan, pemupukan,
pemberantasan hama dan penyakit, penunasan, pemeliharaan jalan panen,
pemeliharaan saluran drainase, sensus pokok dan pemangkasan daun tua. Seperti pemupukan akan meningkatkan kesuburan
tanah dan cover crop juga berfungsi untuk mengurangi penguapan permukaan air
tanah. Oleh karena itu, kegiatan pemeliharaan berdampak positifterhadap tanah. Berdasarkan luasan lahan yang mengalami
perbaikan makasifat dampak kegiatan ini termasuk kategori penting terhadap tanah
(v) Dampak
Terhadap Hidrologi
Dalam
tahap ini kegiatan pembibitan dan penanaman kelapa sawit dan cover crop
meningkatan infiltrasi dan perkolasi yang memperbesar daya serap tanah terhadap
air, sehingga kandungan air tanah meningkat dan limpasan permukaan berkurang.
Selain itu laju erosi dan sedimentasi akan dapat dikurangi.
Dampak
yang terjadi meliputi lahan yang relatif luas walaupun relatif lama, namun
kegiatan ini menimbulkan dampak positif lanjutan pada komponen lingkungan
lainnya seperti kualitas air dan biotanya.Oleh karena itu, kegiatan revegetasi
terhadap komponen hidrologi berdampak positif penting (+P).
(vi) Dampak
Terhadap Kualitas Air
Kegiatan pembibitan tanaman kelapa sawit dilakukan dengan
sistem dua tahap yaitu pre-nursery
dan main nursery.Kegiatan ini
menggunakan pupuk guna meningkatkan kesuburan tanah.
Pupuk yang digunakan dalam kegiatan pembibitan tanaman
kelapa sawit, dapat tersebar ke berbagai media lingkungan. Bahan kimia yang terkandung dalam pupuk
tersebut sebagian terinfiltrasi masuk ke dalam tanah, dan sebagian dapat masuk
ke dalam perairan sehingga bahan-bahan kimia tersebut akan menimbulkan dampak
terhadap kualitas air karena dapat mempengaruhi atau merubah sifat-sifat kimia,
fisik, dan biologi perairan tersebut.
Namun hal itu kecil kemungkinannya terjadi, mengingat sebagian besar
pupuk tersebut akan terserap dan terikat oleh tanaman, untuk kemudian diambil
oleh tanaman bibit, sehingga dampak yang
ditimbulkan terhadap kualitas air permukaan dikategorikan dampak negatif tidak penting (-TP).
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan
penanaman, antara lain pembuatan lubang dan peletakan tanaman. Dampak yang akan timbul dari kegiatan ini
mirip seperti pada kegiatan pembibitan, karena pada kegiatan penanaman juga
diberikan pupuk NPK, yang akan memberikan andil terhadap peningkatan kadar
nitrat dan nitrit atau parameter pencemar lainnya. Sebenarnya, pemupukan yang diberikan kepada
tanaman dimaksudkan untuk memenuhi atau mencukupi kebutuhan nutrien bagi
tanaman bersangkutan. Konsekuensi
pemupukan yang melebihi kebutuhan nutrien tanaman adalah akan menyebabkan terjadinya penimbunan
residu di dalam tanah. Nutrien residu yang tertimbun itu, sebagian terbawa air
hujan ke sungai, sebagian akan terinfiltrasi menuju air tanah, dan sebagian lagi
dapat mengganggu stabilitas komunitas biota dalam tanah, yang akhirnya merembet
kepada gangguan produktivitas tanaman.
Karena pupuk yang
dipergunakan kadarnya rendah dan dampak berlangsung tidak lama bahkan lebih
singkat dari lamanya dampak pada kegiatan pembibitan, maka dampak yang
ditimbulkan akibat kegiatan penanaman kelapa sawit dikategorikan dampak negatif
tidak penting (-TP)
Kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa
sawit, antara lain berupa penyiangan,
pemberantasan gulma, pengendalian hama dan penyakit, dan pemupukan. Seperti halnya dengan pembibitan dan
penanaman, pada kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit juga digunakan
bahan-bahan kimia berupa pestisida (herbisida dan fungisida) dan pupuk (Urea,
TSP, KCl), dan pupuk organik. Akibatnya
bahan-bahan kimia tersebut dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Bahan-bahan kimia ini tidak semuanya terserap
oleh tumbuhan tetapi ada yang akan menjadi residu yang dapat tersebar melalui
perantaraan media lingkungan yaitu udara, tanah, dan air. Bahan residu ini,
sebagian akan terinfiltrasi menuju air tanah dan sebagian terbawa air hujan
atau air larian ke perairan
terdekat. Bahan residu yang telah masuk
ke perairan dapat mempengaruhi atau merubah sifat-sifat perairan sehingga
kualitas perairan dapat menurun.
Jangka waktu kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit
lebih lama dibanding dengan kegiatan pembibitan sehingga dampak yang
ditimbulkannya juga lebih besar dari dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan
pembibitan. Namun, karena residu yang dihasilkan akibat kegiatan pemeliharaan
mengalami dispersi ke berbagai media transpor zat, maka bahan-bahan residu yang
akan masuk ke perairan konsentrasinya menjadi jauh lebih sedikit. Meskipun
residu bahan pencemar yang masuk ke perairan relatif kecil, tetapi mempunyai
toksisitas yang sangat besat terhadap biota air terutama insektisida dan
sejenisnya, maka dampak yang timbul akibat kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa
sawit dikategorikan dampak negatif
penting (-P).
(vii)
Dampak Terhadap Biota Darat
Proses penanaman sawit terdiri dari beberapa kegiatan
yaitu penanaman cover crops,
penanaman sawit yang disertai dengan pemeliharaan ground cover. Penanaman cover crops memiliki beberapa tujuan di
antaranya adalah untuk melindungi permukaan tanah dan mengurangi dari kerusakan
erosi, mengembalikan bahan organik, memelihara dan memperbaiki sifat fisik dan
kimia tanah, memperbaiki infiltrasi air, retensi dan kelembaban tanah,
mengurangi kecepatan tercucinya unsur hara tanah. Selanjutnya setelah kegiatan
penanaman cover crops, barulah dilakukan penanaman sawit
sekaligus pemeliharaan ground cover.
Berdasarkan kepentingan dampak, kegiatan penanaman ini
dapat ditinjau dari perkembangan perkebunan kelapa sawit dan dari nilai tanaman
secara ekologis dengan diadakannya tanaman monokultur dalam jumlah individu dan
skala luasan yang besar.
Bila ditinjau dari kepentingan perkebunan sawit, maka
kegiatan pengawetan tanah secara biologis yang dilanjutkan dengan penanaman
tanaman pokok adalah merupakan tujuan utama.
Berdasarkan sudut pandang ekologis, terdapat dua
prakiraan dampak yang saling berlawanan. Kegiatan penanaman cover crops dan penanaman sawit akan
menambah jumlah jenis vegetasi, perlindungan tanah dari kerusakan selanjutnya
akibat pembukaan/penyiapan lahan dan pembentukan habitat baru bagi spesies
satwa tertentu pasca pembersihan dan pengolahan lahan, sehingga penanaman sawit
ini memiliki dampak positif.
Akan tetapi berdasarkan nilai diversitas tumbuhan, penambahan vegetasi secara
monokultur dengan jumlah individu dan skala luasan yang sangat besar
diprakirakan akan menurunkan diversitas tumbuhan secara keseluruhan dalam suatu
ekosistem, sehingga memungkinkan hanya satwa tertentu yang mampu beradaptasi
dengan dominannya tanaman sawit pada suatu kawasan. Sehingga hal ini diprakirakan berdampak negatif
bagi diversitas tumbuhan, bila ditinjau dari komponen floristik secara
keseluruhan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut penanaman
sawit pada lahan-lahan yang telah dibersihkan pada fase awal (tumbuhan muda)
akan berdampak negatif penting (-P) terhadap komponen vegetasi dan fauna.
(viii) Dampak Terhadap Biota Perairan
Persemaian atau
pengadaan bibit
kelapa sawit dilakukan dalam dua tahap yaitu persemaian tahap I (pre nursery) dan tahap II pembibitan (main nursery).Pada kegiatan
persemaian, terutama dalam persiapan areal persemaian dilakukan pembukaan lahan dari gulma. Kegiatan pemeliharan
pembibitan utama mencakup pelaksanaan pekerjaan penyiraman, penyiangan,
pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit.
Kegiatan tersebut diprakirakan
berdampak terhadap perubahan kualitas air terutama dari
kegiatanpemupukan dan penyiraman yang melarutkan sebagian pupuk ke perairan
sehingga perairan mengalami penyuburan yang dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi dan blooming tumbuhan air
Perubahan komunitas biota air hanya terjadi jika
pemupukan dilakukan saat kondisi hujan dengan intensitas dampaknya yang
kecil.Dampak yang terjadi berlangsung selama tahap operasi hanya saat
persemaian, tidak berlangsung berulang kali dan tidak terus-menerus dan dapat
berbalik.Disamping itu dapat menyebabkan dampak lanjutan berupa munculnya sikap
dan persepsi negatif masyarakat karena perubahan ekosistem perairan.Dampak yang terjadi merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas air
dan diprakirakan tidak terlalu besar dan tidak menyebabkan perubahan yang
mendasar terhadap komunitas biota air dalam perairan. Dengan demikian dampak dari
persemaian terhadap biota air dinilai negatif
tidak penting (-TP).
Kegiatan penanaman kelapa sawit di atas lahan yang telah
dibuka/dibersihkan akan memperbaiki perkembangan tekstur, sifat fisik dan kimia
tanah serta meningkatkan infiltrasi air permukaan, sehingga akan menurunkan
laju aliran permukaan dan laju erosi, yang selanjutnya akan mengurangi jumlah
partikel tanah tererosi yang masuk ke badan air penerima. Keadaan ini akan menimbulkan konsekwensi
terhadap penurunan laju sedimentasi dan peningkatan kualitas air melalui
perbaikan beberapa parameter kualitas air.
Peningkatan kualitas air ini selanjutnya akan menimbulkan dampak
lanjutan terhadap kehidupan organisme perairan.
Dengan semakin berkurangnya TSS dan kekeruhan, menyebabkan penetrasi
cahaya matahari ke perairan semakin meningkat, bahkan dapat mencapai dasar
perairan. Keadaan ini akan memungkinkan
proses fotosintesis berjalan dengan optimal, sehingga produktivitas primer dan
oksigen terlarut juga optimal, yang selanjutnya akan berpengaruh positif
terhadap organisme yang berada pada trofik level yang lebih tinggi.
Sebaliknya kegiatan penanaman
terutama kegiatan pemupukan menyebabkan masuknya berbagai jenis pupuk yang
digunakan dapat masuk ke badan air melalui aliran permukaan, sehingga
meningkatkan konsentrasi nutrient seperti fosfat dan nitrat di perairan.
Peningkatan konsentrasi nutrient dapat
menyebabkan terjadinya eutrofikasi
pada badan air, sehingga akan terjadi blooming
fitoplankton dan tanaman air yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
struktur komunitas dan keseimbangan ekosistem perairan. Keadaan ini selanjutnya juga akan berpengaruh
terhadap struktur komunitas dan keseimbangan ekologis perairan.
Mengingat pupuk yang dipergunakan kadarnya rendah dan
dampak berlangsung tidak lama bahkan lebih singkat dari lamanya dampak pada
kegiatan pembibitan, maka dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan penanaman
kelapa sawit dikategorikan dampak negatif
tidak penting (-TP).
Kegiatan pemeliharaan terutama kegiatan
pemupukan dan pengendalian gulma serta hama dan penyakit menyebabkan masuknya
berbagai jenis pupuk dan obat-obatan yang digunakan pada pemeliharaan ke badan
air melalui aliran permukaan, sehingga meningkatkan konsentrasi nutrient
seperti fosfat dan nitrat, kandungan insektisida, herbesida dan bahan kimia
sejenisnya di perairan.
Peningkatan konsentrasi nutrient
dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada
badan air, sehingga akan terjadi blooming
fitoplankton dan tanaman air yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
struktur komunitas dan keseimbangan ekosistem perairan. Sedangkan
masuknya berbagai senyawa insektisida, herbisida dan sejenisnya keperairan akan
membunuh berbagai organisme perairan yang ada di dalamnya, terutama organisme
yang tidak toleran terhadap senyawa beracun tersebut. Keadaan ini selanjutnya juga akan berpengaruh
terhadap struktur komunitas dan organisme perairan.
Dengan melihat intensifnya
pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit, maka jumlah pupuk dan bahan
insektisida yang digunakan dan mencapai badan air juga besar, sehingga
intensitas dampak yang ditimbulkan cukup besar. Dampak berlangsung dalam waktu
yang cukup lama dan bersifat kumulatif (terutama insektisida) serta akan banyak
komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak lanjutan. Berdasarkan uraian
diatas, maka kegiatan pemeliharaan akan menimbulkan dampak negatif penting (-P) terhadap komponen lingkungan biota air.
(ix) Dampak Terhadap Sosial Ekonomi
Kegiatan pembibitan ini direncanakan dalam waktu seluruhnya
18 bulan. Kegiatan ini akan memerlukan tenaga kerja baik untuk
kegiatan pembibitan awal, pembibitan utama maupun pemeliharaan bibit itu
sendiri seperti penyiraman dan pemupukan. Kondisi ini membuat terbukanya
kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar dan pada gilirannya akan meningkatkan
pendapatan mereka yang terlibat dalam kegiatan ini.
Begitu juga dengan kegiatan
penanaman kelapa sawit ini berkaitan dengan tenaga kerja yang mengerjakannya.
Artinya kegiatan ini memiliki dampak positif karena dapat menyerap tenaga kerja
(dapat mengurangi pengangguran) dan memberikan pendapatan kepada masyarakat.
Kemudian, dalam kegiatan pemeliharaan yang meliputi pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM)
dan tanaman menghasilkan (TM). Pemeliharaan TBM meliputi kegiatan; sensus tanaman dan penyisipan,pengukuran pelepah,pemeliharaan
piringan serta jalan rintis dan gawangan, perawatan jalan serta jembatan dan
parit, pemupukan dan pengendalian hama serta penyakit. Sedangkan pemeliharaan
TM meliputi kastrasi, sanitasi, titi panen, pembuatan TPH, pemeliharaan
gawangan dan pasar pikul, pemberantasan ilalang, penunasan, penyusunan pelepah,
pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit.
Untuk itu diperlukan
tenaga kerja dalam jumlah yang relatif banyak baik tenaga kerja tetap maupun
tenaga harian lepas. Kondisi seperti ini akan membuka kesempatan kerja bagi
masyarakat sekitar dan secara langsung akan meningkatkan pendapatan mereka yang
terlibat dalam kegiatan ini. Dengan asumsi upah harian yang berlaku Rp 50.000,- orang/hari,
maka pendapatan ini merupakan tambahan yang cukup berarti bagi mereka yang
terlibat.
Mengingat luas lahan yang akan ditanam relatif luas maka
jumlah tenaga kerja yang terlibat pun juga banyak dan berasal dari berbagai
desa, terutama Desa Paramaian, Pandak Daun dan Hakurung Dalam Kecamatan Daha
Utara; Desa Baruh Jaya dan Samuda Kecamatan Daha Selatan; serta Desa Bajayau,
Bajayau Tengah, Baru dan Siang Gantung Kecamatan Daha Barat. Dampak yang terjadi berlangsung cukup lama dimulai pada saat pembibitan, penanaman, sampai kepada pemeliharaan. Intensitas dampak yang ditimbulkannya cukup berpengaruh terhadap kesempatan kerja,
peningkatan pendapatan dan perekonomian masyarakat. Komponen lingkungan lainnya
yang terkena dampak adalah persepsi masyarakat. Sifat dampak kumulatif dan
berbalik. Berdasarkan keadaan ini maka dampak kegiatan penanaman terhadap
komponen sosial ekonomi dinilai positif penting (+P).
(x) Dampak Terhadap Sosial Budaya
Terserapnya tenaga kerja dalam kegiatan dari pembibitan sampai kepada pemeliharaan ini akan memberikan pandangan yang positif terhadap
keberadaan perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, diketahui
bahwa salah satu alasan utama mereka setuju dengan pembangunan perkebunan dan
pabrik kelapa sawit ini adalah adanya perbaikan ekonomi rumah tangga masyarakat
melalui penerimaan upah/gaji dari perusahaan.
Artinya bahwa dampak lanjutan ini sebenarnya memiliki
skala besaran dan tingkat kepentingan dampak yang relatif besar dan penting
dengan arah positif (+P).
b. Dampak Kegiatan Pemanenan
(i) Dampak Terhadap
Sosial Ekonomi
Kegiatan pemanenan kelapa sawit akan memerlukan tenaga
kerja sebagai buruh panen baik kerja tetap maupun tenaga harian lepas. Sesuai
dengan waktu permulaan panen yang ditargetkan dan luas areal, tenaga panen
harus tersedia dengan cukup, sebagian tenaga tersebut (pemanen) dapat direkrut
lebih awal dan diberi tugas untuk kegiatan sanitasi yang harus diselesaikan 3-4
bulan sebelum panen pertama. Dengan kondisi
ini maka akan terbuka peluang kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar
dan secara langsung akan meningkatkan
pendapatan mereka yang terlibat dalam kegiatan ini. Jika upah yang
diterima sebagai tenaga kerja rata-rata Rp 50.000,- per hari,
maka nilai ini cukup berarti bagi masyarakat sekitar lokasi sebagai tambahan
penghasilan rumah tangga.
Jumlah mereka terkena dampak dalam kegiatan panen ini
cukup banyak, meliputi masyarakat Desa Paramaian, Pandak Daun dan Hakurung
Dalam Kecamatan Daha Utara; Desa Baruh Jaya dan Samuda Kecamatan Daha Selatan;
serta Desa Bajayau, Bajayau Tengah, Baru dan Siang Gantung Kecamatan Daha Barat.
Dampak yang terjadi berlangsung cukup
lama hingga perkebunan berakhir. Intensitas dampak yang ditimbulkannya cukup
berpengaruh terhadap kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan perekonomian
masyarakat. Komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak adalah persepsi
masyarakat. Sifat dampak kumulatif dan berbalik.
Berdasarkan keadaan ini maka dampak kegiatan pemanenan
kelapa sawit terhadap komponen sosial ekonomi dinilai positif penting (+P).
(ii) Dampak Terhadap
Sikap dan Persepsi Masyarakat
Kegiatan pemanenan akan memerlukan tenaga kerja dalam
jumlah yang besar tenaga kerja-tenaga kerja ini sebagianbesar direkrut dari
masyarakat sekitar. Terbukanya kesempatan kerja ini bagi masyarakat akan
memberikan pandangan positif terhadap keberadaan perkebunan kelapa sawit.
Jumlah mereka yang terkena dampak cukup banyak meliputi hampir semua warga
masyarakat di lokasi proyek.
Dampak yang terjadi akan berlangsung selama kegiatan
pemanenan berlangsung. Intensitas dampak yang ditimbulkanya dapat memberikan
pandangan positif terhadap keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak adalah tidak ada. Sifat dampak
kumulatif dan berbalik. Berdasarkan keadaan ini maka dampak kegiatan pemanenan
kelapa sawit terhadap sikap dan persepsi masyarakat dikatagorikan positif penting (+P).
c. Dampak Kegiatan Pengangkutan
(i) Dampak Terhadap Kualitas Udara
Kegiatan pengangkutan TBS dilakukan
melalui jalan darat dari areal kebun menuju pabrik kelapa sawit (PKS),
sedangkan pengangkutan CPO/PKO dilakukan dari PKS menuju kanal kodeco
menggunakan pipa. Pada kegiatan pengangkutan TBS ini, yang diprakirakan akan berdampak
pada penurunan kualitas udara seperti peningkatan gas polutan (CO, SO2,
dan NO2) serta kadar debu di udara. Hal ini terjadi akibat
peningkatan frekuensi lalulintas yang dilalui oleh truk pengangkut yang
berkapasitas 6 ton, yaitu 4 trip/hari, sedangkan pengangkutan CPO menggunakan
truk tangki yang berkapasitas 12 ton/trip dengan frekuensi 3 trip/hari.
Jarak tempuh rata-rata adalah 6 km
(antara kebun dan PKS). Jika diasumsikan bahwa setiap truk mengkonsumsi bahan
bakar sebesar 1 liter/8 km maka 1 trip diperlukan 0,75 liter solar atau 1,5
liter untuk pergi-pulang (pp).
Prakiraan besarnya gas polutan yang dihasilkan dari
kegiatan angkutan ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut Moetikahadi Soedomo, 2001):
Gas buang = faktor emisi x konsumsi bahan bakar
Kegiatan angkutan TBS dengan 4 trip
(truk) setiap harinya maka akan menghabiskan solar sebanyak 4 x 1,5 liter = 6
liter atau 5,03 kg (berat jenis solar =
0,8387).
Berdasarkan perhitungan Dewerkgroup
Wegverkeer (1970) yang dijadikan standar WHO (1982) bahwa untuk pembakaran 1
ton solar akan menghasilkan gas buang dan debu seperti yang tercantum dalam
Tabel 5.1, sehingga besarnya total gas buang bagi kegiatan angkutan TBS ini
dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel
5.1. Faktor Emisi Bahan Bakar Solar
Unsur Pencemar
|
Faktor Emisi
|
|
Kg/Ton
|
Kg/m3
|
|
SO2
|
19
|
15,909
|
NO2
|
11
|
9,210
|
CO
|
43,1
|
36,422
|
Partikulat/debu
|
2,4
|
2,010
|
Sumber : WHO dalam Anonim, 2004
Tabel 5.2. Konsentrasi Gas Buang (Polutan) dan Kadar Debu yang Dihasilkan Oleh Kegiatan Angkutan TBS
Unsur Pencemar
|
Faktor Emisi (Kg/m3)
|
Konsumsi
Solar
(Kg)
|
Konsentrasi
Gas Buang (mg/m3)
|
SO2
|
15,909
|
5,03
|
80.022.270
|
NO2
|
9,210
|
5,03
|
46.326.300
|
CO
|
36,422
|
5,03
|
183.202.660
|
Partikulat/debu
|
2,010
|
5,03
|
10.110.300
|
Apabila diasumsikan daerah penyebaran
gas mencapai radius 500 m dengan kolom udara setinggi 100 m dan panjang jalan
yang dilalui 6 km maka volume kolom udara adalah sebagai berikut :
(6.000
m x 500 m x 100 m ) = 300.000.000 m3
sehingga gas buang yang
dikontribusikan ke udara ambien adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 5.3
berikut.
Tabel 5.3. Dispersi Gas Buang yang Dihasilkan oleh Kegiatan Pengangkutan
Unsur Pencemar
|
Konsentrasi
Gas Buang (mg)
|
Volume Kolom Udara (m3)
|
Gas Buang yang Dihasilkan /Jam (mg/m3)
|
Baku Mutu Udara Ambien
(mg/m3)*)
|
SO2
|
80.022.270
|
300 x 106
|
266,741
|
900
|
NO2
|
46.326.300
|
300 x 106
|
154,421
|
400
|
CO
|
183.202.660
|
300 x 106
|
616,676
|
20.000
|
Partikulat/debu
|
10.110.300
|
300 x 106
|
33,701
|
230
|
*) Menurut Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 053
Tahun 2007.
Pengangkutan kelapa sawit di jalan akses menggunakan
armada truck dengan muatan sekitar 6
hingga 10 ton dan dengan frekuensi pengangkutan kelapa sawit yang kontinyu,
kegiatan ini dapat menurunkan kualitas udara di sepanjang jalan akses menuju
pabrik pengolahan dan kemungkinan terdisversi ke lingkungan sekitarnya.
Rona kualitas udara pada tapak proyek dan
sekitarnya terukur berkisar antara 53,52 – 114,93 mg/m3,
dimana kadar debu demikian jika dibandingkan dengan Peraturan Gubernur
Kalimantan Selatan Nomor 053 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Baku
Tingkat Kebisingan, dimana kadar maksimum yang dipersyaratkan adalah 230 mg/m3 menunjukkan
kualitas yang masih tergolong baik, karena kadar debu yang terukur masih berada
di bawah BMUAD yang dipersyaratkan pada semua lokasi pengukuran.
Adanya kegiatan pengangkutan intensitas debu diprediksi
meningkat melebihi baku mutu sebesar 230 mgr/m3. Berdasarkan
analogi, peningkatan konsentrasi debu akibat mobilisasi angkutan truk sangat
berfluktuasi dan tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah angkutan saja. Truk yang
melintas dengan kecepatan 40 km/jam dan frekuensi ± 5 unit perjam dapat
menghasilkan debu dari jalan sebesar 1,2 mg/m3 atau 5 kali lipat
dari baku mutu pada jarak 15 meter. Debu diprediksi akan terdisversi hingga ke
perumahan penduduk, pekarangan dan kebun masyarakat. Kegiatan pengangkutan
sendiri akan berlangsung dalam waktu yang panjang sehingga dampak yang
dihasilkan juga akan berlangsung lama
Dilihat dari intensitas dampak dinilai besar karena telah
melampaui baku mutu, demikian pula terhadap persebaran dampak juga dinilai
besar karena meliputi wilayah sepanjang jalan angkut, dengan demikian luas
persebaran dampak juga dinilai besar, sehingga dampak dari pengangkutan kelapa
sawit ini terhadap peningkatan kadar
debu ambien di sepanjang lokasi proyek dan terhadap pajanan debu bagi operator
truk dan lingkungan sekitarnya dikategorikan dampak negatif penting
(-P).
.
(ii) Dampak Terhadap Kebisingan
Kegiatan angkutan TBS yang menggunakan
truk yang tentunya akan mengakibatkan
naiknya tingkat kebisingan di sepanjang lintasan yang dilalui. Untuk menghitung
dampak tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh armada angkutan (sumber
bergerak) dapat digunakan percobaan Weber (1984) dengan rumus : Leq = Loi + 10 log (Ni/Si) + 10 log (15/d) +
0,s - 13
dimana :
Loi = tingkat kebisingan kendaraan tipe i = 90 dBA
Ni = jumlah
kendaraan yang lewat setiap jam = 1 truk/jam
Si = kecepatan
rata-rata truk = 40 km/jam
d
= jarak sumber bising terhadap titik pengukuran (± 200 m dari sumbu jalan)
s
= shiedding factor; untuk daerah terbuka dengan tanaman yang jarang =
3 dBA
Dengan demikian, tingkat
kebisingan dari kegiatan angkutan TBS PT. SASM ini adalah :
Leq = 90 + 10 log (1/40) + 10 log (15/200) + 0,3 -13 = 50,03
dBA.
Atau dengan menggunakan
hasil analisis kebisingan puncak yang dilakukan oleh Weber (1984) untuk truk
adalah sebagai berikut (Tabel 5.4) :
Tabel 5.4. Analisis Kebisingan Puncak dan Kebisingan yang Diduga dari Kegiatan Angkutan denganTruk
Jarak dari Sumber Bising
(m)
|
Tingkat Kebisingan
(dBA)
|
1 (kebisingan puncak)
|
108
|
7,6
|
94
|
15,2
|
88
|
30,5
|
82
|
61,0
|
76
|
122,0
|
70
|
244,0
|
64
|
488,0
|
58
|
Sumber : Weber, H. et. al. (1984).
Artinya, dampak kegiatan
angkutan TBS terhadap tingkat kebisingan dapat diabaikan atau dengan kata lain
jenis dampak negatif ini tidak penting (-TP).
.
(iii) Dampak Terhadap Ruang dan Lahan
Dampak angkutan TBS terhadap ruang dan lahan tertuju
kepada parameter lalulintas, namun jika
dilihat frekuensi angkutan 1 kali/jam tidaklah berarti apa-apa. Oleh karenanya
jenis dampak ini negatif tetapi kecil dan tidak penting (-TP).
(iv) Dampak Terhadap
Hidrologi
Kanal/drainase utamanya digunakan sebagai tata
perairan di dalam areal perkebunan, sedang pengangkutan minyak sawit mentah
(CPO) dan minyak inti sawit (Kernel & PKO) nantinya yang dari pabrik menuju
kanal Kodeco menggunakan pipa sepanjang + 2 km dan dari kanal Kodeco
menuju dermaga menggunakan ponton kapasitas 100 ton sejauh + 27 km.
Namun dalam kajian AMDAL PT. SASM ini hanya pada wilayah sekitar Ijin lokasi
PT. SASM tidak sampai lokasi dermaga. Sebelum operasional kanal Kodeco hanya
dilalui oleh kegiatan mobilisasi peralatan dan material PT. SASM dengan
frekuensi yang relatif rendah. Sedang
pada saat operasional nantinya diperkirakan hanya dilalui oleh ponton dan
kelotok sebagai kendaraan operasional yang juga frekuensinya relatif rendah
(2-3 rit per hari) sehingga dampak yang timbul terhadap komponen lingkungan
hidrologi dinilai negatif tidak penting (-TP).
(v) Dampak Terhadap Lalulintas
Pemanenan kelapa sawit diperkirakan dimulai pada
tahun ke-lima. Mobilisasi hasil panen nantinya diprakirakan tidak akan
mengganggu kelancaran lalu lintas darat maupun lalulintas air, mengingat kegiatan ini perusahaan memiliki jalan sendiri di sekitar areal
perkebunan dan pabrik, dan melalui kanal/saluran perkebunan. Sedangkan
pengangkutan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (Kernel & PKO)
nantinya yang dari pabrik menuju kanal Kodeco menggunakan pipa sepanjang +
2 km dan dari kanal Kodeco menuju dermaga menggunakan ponton kapasitas 100 ton
sejauh + 27 km. Namun dalam kajian AMDAL PT. SASM ini hanya pada wilayah
sekitar Ijin lokasi PT. SASM tidak
sampai lokasi dermaga. Sebelum operasional kanal Kodeco hanya
dilalui oleh kegiatan mobilisasi peralatan dan material PT. SASM dengan
frekuensi yang relatif rendah. Sedang
pada saat operasional nantinya diperkirakan hanya dilalui oleh ponton dan
kelotok sebagai kendaraan operasional yang juga frekuensinya relatif rendah
(2-3 rit per hari) sehingga dampak yang timbul terhadap komponen lingkungan
transportasi dinilai negatif tidak
penting (-TP).
(iv) Dampak Terhadap
Sikap dan Persepsi Masyarakat
Dampak kegiatan pengangkutanTBS terhadap sikap dan
persepsi masyarakat ini merupakan dampak lanjutan.Mengingat beberapa jenis
dampak primernya meski berarah negatif tetapi kecil dan tidak penting, maka
dampak kegiatan pengangkutan terhadap sikap dan persepsi masyarakat dinilai tidak
penting (-TP).
d. Kegiatan Pengolahan
(i) Dampak Terhadap Kualitas Udara
Pada kegiatan pengolahan di PKS
secara langsung diperkirakan menyebabkan penurunan kualitas udara berupa
peningkatan konsentrasi kadar gas polutan dan cemaran debu di udara sekitar
kegiatan (PKS) yang diemisikan ke udara ambien. Gas polutan dan cemaran debu
tersebut berasal dari pembakaran solar pada generator dan pembakaran
jenjang kosong serta cangkang di boiler.
Pada saat operasionalPKS digunakan 2 buah
genset dengan kapasitas masing-masing 450 kVA (603.216 HP), dengan efisiensi
kerja 80% dan efisiensi alat 85%. Dengan
faktor bahan bakar sebesar 0,15 liter/jam/HP, solar yang digunakan adalah 90.482
liter/jam, sehingga dengan jam kerja mesin 20 jam/hari (2 shift) maka volume solar yang digunakan dalam kegiatan peremukan
ini sebesar 1.809.640 liter/hari atau 0,4147 ton/hari. Dengan demikian
konsentrasi gas buang adalah seperti tercantum dalam Tabel 5.5 berikut.
Tabel 5.5. Konsentrasi Gas Buang (Polutan) yang Dihasilkan oleh Genset
Unsur
Pencemar
|
Faktor Emisi (Kg/Ton)
|
Konsumsi
Solar (Ton/hari)
|
Konsentrasi
Gas Buang (mg/hari)
|
SO2
|
19
|
0,4147
|
7,8793 x 106
|
NO2
|
11
|
0,4147
|
4,5617 x 106
|
CO
|
43,1
|
0,4147
|
17,8736 x 106
|
Partikulat/debu
|
2,4
|
0,4147
|
995.280
|
Apabila diasumsikan daerah penyebaran gas buang
diprakirakan pada radius 500 m dengan kolom udara setinggi 100 m, maka volume
kolom udara adalah sebagai berikut : 500 m x 500 m x 100 m = 25.000.000 m3.
Sehingga dispersi gas buang di sekitar
lokasi genset adalah seperti yang dsajikan pada Tabel 5.6.
Tabel
5.6. Dispersi Gas Buang yang Dihasilkan oleh Genset
Unsur Pencemar
|
Konsentrasi
Gas Buang (mg/hari)
|
Volume Kolom Udara (m3)
|
Dispersi
Gas Buang/Hari (mg/m3)
|
Baku Mutu Udara Ambien
(mg/m3)*)
|
SO2
|
7,8793 x 106
|
25 x 106
|
315,172
|
900
|
NO2
|
4,5617 x 106
|
25 x 106
|
182,468
|
400
|
CO
|
17,8736 x 106
|
25 x 106
|
714,944
|
20.000
|
Partikulat
|
995.280
|
25 x 106
|
39,811
|
230
|
*) Menurut Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 053
Tahun 2007.
Dengan membandingkan
antara nilai prakiraan dan baku mutu udara ambien maka terlihat bahwa dispersi gas buang SO2,
NO2, CO, masing-masing sekitar 35%, 46%, 2,4%, 17,3% dari baku mutu
udara ambien. Artinya dampak kegiatan pabrik terhadap parameter gas buang dan
cemaran debu dapat dikatakan kecil. Oleh karenanya meski jenis dampak ini
berarah negatif tetapi dinilai tidak penting (-TP).
(ii) Dampak Terhadap Kebisingan
Data
empiris tingkat kebisingan yang bersumber dari mesin genset dan alat-alat
produksi di dalam pabrik PKS sejenis berkisar antara 62,4 – 80,0 dBA, berada di
bawah nilai ambang batas (NAB = 85 dBA) yang diperbolehkan. Begitu juga dengan
tingkat kebisingan di luar pabrik relatif masih aman, yaitu 50,0 dan 55,3 dBA.
Meski jarak paparan bising ini relatif sangat
pendek, yaitu dalam jarak 100 m sudah turun drastis menjadi jauh di bawah Baku Mutu
Tingkat Kebisingan menurut Menurut Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No.
053 Tahun 2007 (70 dBA
bagi kawasan industri), namun dengan melihat bahwa tingkat kebisingan muncul
dari sumbernya di mana akan membahayakan terutama bagi pekerja di sekitarnya
maka dampak negatif ini perlu mendapat perhatian. Artinya berdampak penting
(-P), dengan alasan bahwa intensitas dampak ini relatif tinggi yang dapat
menyebabkan ketulian permanen bagi manusia yang terkena dampak (para pekerja).
Juga dapat membuyarkan konsentrasi pekerja yang mungkin terjadi kecelakaan
kerja.
(iii) Dampak Terhadap Kualitas Air
Limbah cair industri minyak kelapa sawit berasal
dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi (sludge water
dari drab, 70-75 %), stasiun rebusan (air kondensat, 15-20 %), buangan
dari hidrosiklon (5-10 %) dan air cucian pabrik.
Limbah cair yang akan dihasilkan dari seluruh
proses produksi minyak kelapa sawit, diperkirakan maksimal 60 % dari seluruh
TBS yang diolah. Dengan demikian pada
pengoperasian PKS secara penuh dengan kapasitas 30 ton TBS/jam (yang akan dikembangkan menjadi 60 ton TBS/jam) (dengan
operasional PKS 20 jam/hari) akan
menghasilkan limbah cair sebesar 18 ton/jam-36 ton/jam. Limbah
cair yang dikeluarkan kegiatan PKS mengandung bahan organik yang sangat tinggi,
sehingga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi. Keseluruhan limbah cair
pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang belum diolah biasanya mempunyai BOD sekitar
25.000 mg/L. Namun, senyawa organik dapat dirombak oleh mikroba (bakteri aerob
maupun anaerob). Selain itu. LCPKS
mengandung padatan tersuspensi dan minyak dengan kadar yang tinggi. Padatan tersebut, bila masuk ke perairan umum
akan mengendap, terurai secara perlahan, mengkonsumsi oksigen yang ada dalam
air, mengeluarkan bau yang tidak enak dan merusak tempat pembiakan ikan. Kemungkinan lainnya, padatan dan minyak
tersebut mengapung di permukaan air
sehingga menahan aerasi (menghambat suplai
oksigen) dan mempengaruhi kehidupan air.
Kalau kondisi air limbah seperti ini dibuang ke
badan air, maka akan menimbulkan dampak penurunan kualitas air permukaan
sehingga mengganggu stabilitas kehidupan biota air. Dampak lanjutan akibat terganggunya stabilitas kehidupan biota air adalah
terjadinya penurunan potensi sumber daya perikanan. perubahan kondisi kesehatan masyarakat di
sekitar wilayah studi PT. SASM, yang pada akhirnya akan muncul persepsi
negatif masyarakat terhadap keberadaan PT. SASM.
Pada proses pengolahan juga akan menghasilkan
limbah B3 terutama pelumas bekas, yang jika tidak dikelola dapat masuk ke badan
air dan akan menurunkan kualitas air sehingga mengganggu kehidupan organisme
yang ada di dalamnya.
Mengingat dampak dari kegiatan
operasional pengolahan limbah kelapa sawit berlangsung dalam waktu yang lama
yakni berlangsung selama perusahaan
masih beroperasi dan banyaknya komponen lingkungan lain terganggu, antara lain
komponen fisik-kimia perairan, komponen biota perairan, pendapatan serta sikap dan persepsi
masyarakat, maka
dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pengolahan
kelapa sawit terhadap
kualitas air dikategorikan dampak negatif
penting (-P).
(iv) Dampak Terhadap Biota Perairan
Pengolahan
minyak dalam prosesnya akan menghasilkan limbah cair yang cukup besar, terutama
pada tahapan digester dan presser yang memisahkan antara minyak kasar dan
limbah cair, serta pada proses decantasi dan clarifer untuk mendapatkan CPO. Limbah cair ini jika dibuang langsung ke
badan air tanpa di beri perlakuan terlebih dahulu akan merubah/menurunkan
kualitas air sungai/badan air penerima. Parameter kualitas air yang
diperkirakan akan terpengaruh adalah TSS, kekeruhan, kandungan bahan organic,
oksigen terlarut, BOD, COD, pH, amoniak, nitrit, nitrat, minyak serta senyawa
kimia lainnya. Penurunan kualitas air ini akan merubah struktur komunitas
organisme perairan melalui terganggunya proses fotosintesis, proses fisiologis
dan pengambilan makanan. Kalau keadaan
ini berlangsung lama maka akan merubah struktur komunitas organisme perairan
terutama parameter kemelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman,
indeks dominasi, juga akan merubah produkvitas primer dan keseimbangan ekologis
kearah yang sangat ekstrim (tercemar berat). Khusus untuk makrozoobenthos,
perubahan struktur komunitas, dapat juga terjadi akibat berubahnya substrat
dasar perairan dari tanah berpasir dengan oksigen yang cukup menjadi Lumpur
dengan tingkat ketebalan yang tinggi dengan oksigen rendah bahkan anoksik.
Mengingat jumlah limbah cair yang
dihasilkan cukup besar serta kontinu selama proses pengolahan, maka dampak yang
ditimbulkan oleh kegiatan pengolahan hasil mempunyai intensitas yang cukup
besar, waktu sebaran dampak cukup lama dan banyak komponen lingkungan yang
terkena dampak lanjutan serta bersifat kumulatif, sehingga dapat digolongkan
sebagai dampak negatif penting (-P).
(v) Dampak Terhadap
Sosial Ekonomi
Dampak kegiatan pengolahan CPO ini berkaitan dengan
tenaga kerja yang mengerjakannya, yakni saat penerimaan tenaga kerja untuk PKS
ini. Artinya kegiatan ini memiliki dampak positif karena dapat menyerap tenaga
kerja (dapat mengurangi pengangguran) dan memberikan pendapatan kepada
masyarakat.
Mengingat jumlah tenaga kerja yang terlibat cukup banyak
yang berlangsung cukup lama yakni selama
operasional perkebunan ini. Intensitas dampak yang ditimbulkannya
cukup berpengaruh terhadap kesempatan
kerja, peningkatan pendapatan dan perekonomian masyarakat. Komponen lingkungan
lainnya yang terkena dampak adalah persepsi masyarakat. Sifat dampak kumulatif
dan berbalik. Berdasarkan keadaan ini maka dampak kegiatan pengolahan kelapa
sawit terhadap komponen sosial ekonomi dinilai positif penting (+P).
(vi) Dampak Terhadap
Sosial Budaya
Kesempatan kerja di pabrik pengolahan kelapa sawit ini
akan memberikan pandangan positif masyarakat tentang keberadaan perusahaan
secara keseluruhan. Tetapi disisi lain, keberadaan limbah yang dihasilkan oleh
pabrik pengolahan kelapa sawit tersebut akan menimbulkan bau yang sangat mengganggu aktivitas masyarakat sekitar,
serta limbah cair yang berpotensi menimbulkan pencemaran sungai, maka arah
dampak tersebut akan menjadi negatif.
Dampak yang
terjadi akan berlangsung lama.
Intensitas dampak yang ditimbulkannya dapat memberikan pandangan positif
terhadap keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Komponen lingkungan
lainnya yang terkena dampak adalah tidak ada. Sifat dampak kumulatif dan
berbalik. Berdasarkan keadaan ini maka dampak yang terjadi terhadap sikap dan
persepsi masyarakat dikatagorikan positif
dan negatif penting (+/-P).
(vii)
Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat
Kegiatan pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) dengan operasional mesin
pengolah yang berkapasitas 60 ton TBS/jam akan berdampak pada penurunan
kualiatas lingkungan berupa peningkatan
kadar debu, gas dan kebisingan. Apalagi
kalau dioperasionalkan pada malam hari. Dampak ini akan berlangsung dalam waktu
yang relative lama (25 tahun sesuai umur produksi kelapa sawit).
Kualitas udara dari parameter debu pada kawasan tapak proyek di dilokasi
pada rona lingkungan awal 53,52 mgr/m3. Kadar debu dan gas pada kegiatan ini
diprediksi akan meningkat akibat kegiatan pengolahan secara matematis dapat
> 1000 mg/m3. Kadar
debu dan gas ini jauh di atas maksimum
baku mutu kadar debu dan gas yang
ditetapkan menurut Peraturan Gubernur Kal-Sel No.053 ahun 2007, yaitu maksimum
230,0 mgr/m3.
Mengingat kadar debu yang tinggi ini lokasi proyek juga mempengaruhi iklim
mikro, misalnya meningkatnya suhu udara dan kelembaban di sekitar maka
peningkatan kadar debu, gas, bau. Juga kegiatan ini akan banyak limbah cair
yang sampai ke perairan umum belum memenuhi baku mutu maka akan berpotensi
menurunkan kualitas air. Pada rona lingkungan awal masyarakat sebagian besar
menggunakan air sungai (100%) untuk keperluan sehari-hari dan kondisi
kualitasnya tidak memenuhi syarat sehingga risiko yang mengakibatan gannguan
pencernaan, misalnya penyakit diare, penyakit saluran pencernaan maka kegiatan
ini dinilai berdampak negatip penting
(-P).
No comments:
Post a Comment